"Ketika mengetahui murid ini mau dijemput, dia kabur begitu saja. Bahkan teh yang dipesan belum diminum. Satpam kami menjemput anak ini. Barang tidak ada yang hilang, tetapi murid kami takut dan menangis," imbuh Joko.
Paska peristiwa itu, sekolah langsung mengambil langkah antisipasi.
Wakil kepala sekolah langsung mengumpulkan ketua kelas di sekolah itu. Mereka diberi pengarahan untuk disosialisasikan kepada teman sekelasnya.
"Kami minta agar murid tidak percaya begitu saja dengan orang yang mengaku polisi. Tidak boleh mau diajak orang yang tidak dikenal. Dan kalau orang yang mengajaknya memaksa, lebih baik menghubungi nomor telepon wali kelas," tegas Joko.
Sedangkan Ketua Kelas Administrasi Perkantoran 4 Kelas XII, Riztri Putri mengakui sudah mendapatkan penjelasan dari wakil kepala sekolah paska peristiwa yang menimpa adik kelasnya.
Riztri berterus terang merasa khawatir dan was-was mengetahui peristiwa tidak mengenakkan itu terjadi di ruang lingkup sekolahnya.
"Takut dan khawatir. Kalau ketemu orang yang mengaku polisi, terus ngancam-ngancam kan juga takut. Jadi kalau diajak begitu, mau tidak mau ikut," ujat Riztri.
Remaja putri itu malah bertanya kepada Surya bagaimana mengenali polisi asli dan gadungan.
Hal senada juga diakui Widyandari, teman sekelas Riztri. Ia berjanji tidak akan mudah percaya dengan orang yang mengaku polisi.
"Tidak dikenal, dan ngancam-ngancam. Mending saya lawan saja," tegasnya.
Dua pekan terakhir, warga Malang diresahkan dengan munculnya pria misterius yang mengaku sebagai anggota Satuan Intelijen Kepolisian. Ia mencegat pelajar putri.
Dari catatan Surya, setidaknya lima pelajar dari lima sekolah yang menjadi korban orang tidak dikenal itu. Mereka berasal dari tiga SMKN, sebuah SMA Negeri, dan SMP swasta di Kota Malang.
Laki-laki itu memiliki ciri tubuh berbadan besar, tegap, berkulit gelap, wajah bekas jerawat, dan berhidung besar.
Ia mencegat ketika pelajar berangkat sekolah, pulang sekolah, ataupun pelajar yang keluar sekolah ketika jam belajar mengajar masih berlangsung.
Laki-laki itu mengancam para pelajar dengan sejumlah ancaman. Ancaman itu antara lain tidak boleh ikut UAS kalau tidak mau dibonceng.
Akan dilaporkan ke Satpol PP karena si pelajar bolos. Juga dilaporkan ke polisi karena terlambat masuk kelas. Peristiwa itu telah membuat resah murid, guru, juga orang tua. (*)