Keling berbentuk garuda yang menghadap ke belakang, memiliki maksud selalu mengingat keturunan, jangan sampai mereka kelaparan.
Sedangkan sungut di atas mata, berarti harus siap menghadapi siapapun yang datang kepadamu. Jangan cemberut, harus selalu ramah.
Ia lancar bagai air mengalir mengupas setiap makna dari Barong Kemiren.
Mennjadi juru kunci Barong Kemiren tidak sembarang orang, tidak ada pungutan suara, tidak pula dipilih melalui voting. Ia terpilih berdasar wangsit yang muncul secara tiba-tiba.
Setiap juru kunci merasakan hal tersebut, tak terkecuali Sucipto. Para juru kunci adalah orang terpilih secara spesial kadang tak masuk akal sehat.
Sucipto terpilih sebagai juru kunci di usia 23 tahun. Ia masih ingat pada Kamis malam, tiba-tiba muncul anak panah berwarna hijau di depan pintu rumahnya. Nyali Sucipto ciut untuk keluar rumah.
Lama-kelamaan, anak panah di depan rumahnya berubah menjadi cahaya mirip sinar bulan. Sucipto kian takut bahkan tubuhnya menggigil, tak berani membuka pintu.
"Saya sangat ketakutan dan menggigil. Saya tidak tahu itu apa," kata pria kelahiran 28 Agustus 1963 ini.
Tidak berapa lama, Safii, juru kunci generasi kelima mendatangi rumah Sucipto dan langsung mengucapkan selamat kepadanya.
"Sejak itulah saya menjadi generasi keenam," begitu cerita suami Holilah itu.
Di bawah kepemimpinan Sucipto, Barong Kemiren kini terus berkembang. Sucipto melakukan regenerasi agar ada yang meneruskan tradisi Barong Kemiren.
Jika selama lima generasi hanya ada satu, yakni Tresno Budoyo, Sucipto membentuk dua generasi baru, yakni Sapujagat dan Sawung Alit.
Tresno Budoyo diisi 40 pemain yang berusia 35 tahun ke atas. Sedangkan Sapujagat, juga dikenal Barong Lancing, diisi 45 pemain yang berusia 20 sampai 30 tahun.
Sedangkan Sawung Alit merupakan Barong yang diisi pemain-pemain anak-anak dan remaja. Mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.