Selama tinggal di Makassar, makanan dan tempat tinggal Iqbal dan para imigran ditanggung oleh International Organization for Migration (IOM).
"Kami ditanggung oleh IOM, tiap bulan diberi uang untuk hidup dengan rincian Rp1.250.000 untuk dewasa dan Rp500 ribu untuk anak-anak,"terangnya.
Meskipin begitu, bantun yang diberikan tersebut diakui Iqbal tidak mencukupi untuk hidupnya bersama istri dan tiga anaknya.
"Dulu masih cukup, tapi sekarang sudah tidak cukup lagi, mengingat banyak kebutuhan untuk anak kami, apalagi sekarang bulan ramadan, keperluan untuk hari raya juga banyak," katanya.
Meskipun begitu, ia masih tetap bersyukur dapat diberi tempat tinggal sementara. Para imigran yang dilarang bekerja pun mengisi hari-harinya dengan memperbanyak ibadah di bulan ramadan ini.
Iqbal bersama beberapa imigran lain setiap memasuki waktu sala, selalu berbondong-bondong ke masjid untuk salat berjamaah.
"Mau bagaimana lagi, di sini kita dilarang bekerja, tak seperti di Malaysia, jadi setiap hari kita seperti ini saja, berkumpul bersama keluarga, atau ke masjid," ungkapnya.
Iqbal juga merasa sudah nyaman dan tak lagi canggung berkomunikasi dengan warga Makassar, meakipun mereka masih menutup diri untuk pergaulan di luar.
"Kami merasa nyaman di sini bersama warga, dan merayakan idul fitri," pungkasnya. (*)