Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Cornel Dimas Satrio, Siti Zubaidah, dan Christoper Desmawangga
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Kelompok milisi Abu Sayyaf mematok tenggat waktu pembayaran uang tebusan sebesar sekitar Rp 60 miliar dilakukan 15 Agustus 2016, hari ini.
Berkaca pada beberapa kasus sandera yang uang tebusan tidak dibayar, sempalan garis keras di Filipina itu tidak segan membunuh korbannya.
Ultimatum buruk inilah yang membuat keluarga korban berada dalam tekanan.
Sebagaimana diberitakan, sebanyak tujuh orang anak buah kapal tunda (tugboat) Charles 001 yang menarik tongkang Roby 152 diculik di perairan Filipina sejak 20 Juli silam.
Kapal ini milik perusahaan asal Samarinda, PT PP Rusianto Bersaudara.
Terkait tenggat waktu pembayaran uang tebusan tersbut, Tribun Kaltim (Tribunnews.com Network) menemui Elona, di mes PT PP Rusianto Bersaudara, Sungai Lais, Samarinda, Minggu (14/8/2016) sore.
Elona adalah istri Robin Piter, mualim kapal yang masih disandera.
Elona tak mampu lagi membayangkan kondisi suaminya. Ia hanya bisa pasrah dan berharap pemerintah bisa menebus permintaan Abu Sayyaf, agar para sandera dibebaskan.
"Jantung saya tidak kuat, kalau mendengar itu (permintaan tebusan), saya memilih ke luar ruangan," tutur Elona sambil terisak.
Juru bicara keluarga korban sandera, Kapten Ginting mengatakan, mendekati batas waktu yang ditentukan Abu Sayyaf, 15 Agustus, keluarga sandera mengalami stres. Tidak hanya gangguan psikologis, juga kondisi fisik pun turut melemah.
"Ini yang kita takutkan, mendekati tanggal 15 ini psikis dan psikologis keluarga makin terguncang. Sisa dua hari lagi dari batas waktu yang diberikan," kata Ginting.
Pekan lalu, keluarga para korban sandera bertolak ke Tim Krisis Centre di Kantor Kementerian Luar Negeri. Padahal pihak keluarga sudah memercayakan segala sesuatunya pada Pemerintah Indonesia.
Masih menurut Elona, saat berada di kantor Tim Krisis Center itulah mereka terakhir berkomunikasi dengan korban sandera, pada 1 Agustus lalu.
"Kami bisa komunikasi dengan Ismail, suami Bu Dian Megawati. Tapi lebih banyak yang dibahas soal uang tebusan," kata Elona.
Menteri Luar Negeri RI Retno L.P Marsudi mengatakan, pemerintah masih terus berkomunikasi dengan otoritas Filipina dalam pembebasan sandera.
"Kami tetap akan bekerja dengan base kita saat ini," ujar Retno di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (14/8/2016).
Retno mengatakan, sejumlah komunikasi dilakukan bersama Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Rivas Yasay Jr.
Retno pun berkali-kali mengingatkan Yasay untuk mengutamakan keselamatan para sandera.
"Kami paham akan adanya situasi yang dinamis di lapangan," kata Retno.
Retno mengakui situasi di lapangan lebih sulit dari sebelumnya.
Mess Karyawan Sepi
Berdasarkan pantauan Tribun Kaltim, kemarin, suasana hening tampak di posko keluarga sandera Abu Sayyaf di mes PT PP Rusianto Bersaudara, Sungai Lais, Samarinda, Minggu (14/8/2016) sore.
Tak ada aktivitas apa pun, lantaran hampir semua pintu rumah tertutup rapat. Sehari menjelang tenggat waktu pembayaran tebusan ke Abu Sayyaf, para keluarga korban seperti menghilang dari posko.
Setengah jam kemudian, salah satu keluarga korban tiba di posko. Perempuan itu bernama Elona, istri Robin Piter yang bertugas sebagai juru mudi kapal tunda (Tugboat) Charles 001 dan Robu 152.
Robin bersama enam anak buah kapal disandera kelompok milisi Abu Sayyaf di Filipina, sejak 20 Juni silam.
Elona bersedia berbincang di kediamannya. Kondisinya saat itu lemas, kantung matanya menghitam. Sudah hampir dua bulan lamanya, ia dihadapkan ketidakjelasan nasib suaminya yang disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina.
Sejak saat itu, Elona dan beberapa keluarga korban lainnya tak pernah lelah berjuang demi keselamatan sandera. Bahkan mereka nekat menyambangi Crisis Center di Kementerian Luar Negeri, Jakarta.
Elona dan keluarga korban sempat berkomunikasi dengan para sandera selama di Crisis Center. Sayangnya Elona tak kuasa mendengar percakapan itu, dan memutuskan meninggalkan ruangan.
Elona, istri Robin Piter, banyak mendapatkan motivasi dan penghiburan dari para tetangga. Selama ditinggal suami, Elona mengurusi sendiri ketiga puteranya yang masih sekolah.
Tak jarang hatinya terenyuh mendengar perbincangan anak-anaknya yang mengerti tentang kasus penyanderaan suaminya.
Ketiga anaknya memang sudah mengetahui si ayah disandera Abu Sayyaf. Terutama anak bungsunya yang terus menanyakan kapan tebusan itu dibayar.
"Anak saya yang bungsu itu selalu tanya, Bapak kapan pulang? Kapan uang tebusannya itu dibayar? Ya anak-anak tahu tentang kasus ini. Tapi tahunya ya sebatas se-usianya mereka. Saya kadang-kadang tidak tega," ungkapnya.
Kerinduan jelas menyelimuti Elona, bahkan terpancar dari gaya pembicaraannya. Elona lebih banyak menatap dan memainkan ponsel di genggamannya, sembari sesekali menatap awak Tribun.
Usut punya usut, ternyata Elona berulang kali membuka foto-foto terakhir sang suami dari ponselnya. Ia menatap layar ponsel dengan mimik menahan air mata.
Beberapa waktu lalu, Elona mengaku dapat suntikan motivasi dari psikolog yang diutus Kementerian Luar Negeri. Ia mensyukuri semua perhatian masyarakat maupun pemerintah. Namun Elona tetap berharap para sandera bisa kembali ke pelukan keluarga dengan selamat.
Berikut 7 kru TB Charles yang masih disandera Abu Sayyaf yaitu, Kapten Ferri Arifin (Nakhoda), M Mahbrurb Dahri (KKM), Edi Suryono (masinis II), Ismail (mualim I), M Natsir (masinis III), M Sofyan (Oilman) dan Robin Piter (juru mudi).
Sayangnya para sandera sudah terpisah dari kelompoknya. Tiga nama pertama tidak diketahui dimana keberadaannya.
Para penyandera itu meminta tebusan senilai 250 Peso untuk pembebasan Ismail, M Natsir, Robin Piter dan M Sofyan. Mereka memberi tenggat waktu pembayaran selama 15 hari sejak tanggal 1 Agustus lalu.