TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Ratusan pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang tinggal di tenda dekat padepokan sangat rentan terserang penyakit.
Mereka hidup berbulan-bulan. Pengikut yang datang dari sejumlah daerah di Indonesia itu rela meninggalkan keluarga, pekerjaan, dan semuanya demi menunggu pencairaan penggandaan uang yang dijanjikan Dimas Kanjeng.
Mereka hidup di padepokan tanpa sanak atau keluarga di antara mereka. Antara satu pengikut dengan pengikut lainnya tak saling mengenal.
Keadaan memaksa mereka hidup dalam tenda yang sama demi tujuan mendapat uang yang digandakan Dimas Kanjeng.
Sebelum Dimas Kanjeng ditangkap polisi, aktivitas mereka cukup teratur.
Setiap hari mereka salat berjamaah, mengikuti pengajian akbar, hingga melakukan amal-amalan lainnya yang disinyalir tidak sesuai syariat Islam.
Setiap pagi berolahraga bersama. Pascapenangkapan Dimas Kanjeng karena diduga kuat dalam kasus pembunuhan, aktivitas mereka berubah.
Rutinitas mereka setiap hari mendadak berhenti seketika dan mereka ibarat pengangguran yang tidak punya aktivitas dan tujuan tinggal di Padepokan.
Kondisi inilah yang membuat mereka semakin tertekan. Di satu sisi, mereka sudah kehilangan puluhan atau mungkin ratusan juta untuk mahar.
Mereka mengetahui kenyataan semua yang dijanjikan Dimas Kanjeng fiktif. Mereka tidur di tenda yang hanya bertumpu pada bambu disusun rapi.
Mereka tidur beralaskan dan beratap terpal. Saat hujan turun tenda tempat berteduh para pengikut sangat kurang nyaman. Terpal mudah tersapu angin besar.
Tidak ada pintu atau apapun sebagai penutup satu tenda dengan tenda lainnya.
Semuanya terbuka, hanya kain tipis yang digunakan untuk menyekat satu tenda dengan tenda lainnya atau pemisah antara pengikut pria dan wanita Dimas Kanjeng.
Saat Dinas Kesehatan Probolinggo turun ke padepokan ini masih banyak ditemukan pengikut yang sakit.