Setiap harinya, Zubair berangkat berjualan tahu goreng sekitar pukul 15.00 WIB, dan baru pulang ke rumahnya pukul 01.00 WIB dini hari.
“Saben are biasanah lastareh shalat ashar, guleh berangkat ajejeh tahu, paleman sampek ka compok pokol 1 malem (biasanya setiap hari, sesudah shalat ashar saya berangkat berjualan tahu, dan baru pulang dan tiba di rumah sekitar pukul 01.00 dini hari),” ujarnya.
Jarak yang bisa ditempuh Zubair saat berjualan keliling setiap harinya sekitar 40 kilometer.
“Ya, saya jalan kaki sambil memikul dagangan tahu ini,” katanya dengan bahasa daerah.
Jika tahunya terjual habis, Zubair hanya memperoleh penghasilan sebesar Rp 16.000.
Dia hanya mengambil keuntungan Rp 200 dari satu tusuk yang berisi tiga tahu.
“Tidak masalah, Nak, meskipun hasilnya sedikit tetapi barokah dan halal. Daripada banyak tetapi tidak barokah, buat apa,” ujarnya.
Tahu yang dijual Zubair bukanlah milik sendiri, melainkan milik juragannya.
Dia hanya menjajakan tahu tersebut dengan sistem setoran.
“Saya setor Rp 800 ke pemilik tahu. Makanya saya jual Rp 1.000, jadi saya ambil hasil Rp 200,” paparnya.
Pernah, lanjut dia, saat dia berjualan, turun hujan deras, dan cukup lama. Akhirnya, tahu yang dia jual sama sekali tidak laku.
“Deras sekali hujannya, dan tidak ada pembeli. Akhirnya saya kembalikan kepada juragan saya,” kenangnya.
Zubair hanya berharap, pada usianya yang semakin renta, ia selalu diberi kesehatan dan panjang umur.
“Saya tidak berharap apa-apa, saya hanya meminta kepada Allah agar selalu diberi kesehatan dan umur panjang, itu sudah cukup,” tuturnya. (Kompas.com Kontributor Jember/ Ahmad Winarno)