Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2O14 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan pendidikan menengah (Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Menegah Atas) yang semula menjadi urusan pemerintah daerah kabupaten/kota dialihkan menjadi urusan pemerintah daerah provinsi.
Pasca-beralihnya Sekolah Menengah Atas(SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tersebut, membuat para honorer yang bekerja di pendidikan menengah di Provinsi Sumatera Utara merasa khawatir karena mereka tidak menjadi bagian pegawai yang dialihkan ke Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Dengan demikian anggaran gaji honorer SMK dan SMA juga tidak ditampung dalam APBD Sumut 2017.
Para honorer ini juga semakin khawatir pascaadanya Peraturan Menteri Pendidikan (Peremendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 yang melarang komite sekolah memungut uang komite seperti yang sudah terjadi selama ini.
Keresahan para guru honorer terkait kebijakan Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry menolak memberikan solusi bagi honorer yang saat ini bekerja di SMA/SMK atau sederajat yang disebar di Sumatera Utara.
"Tidak ada guru honorer terombang-ambing, tidak ada. Guru honorer itu dikukuhkan oleh daerah (kabupaten/kota), maka kabupaten/kota yang bertangung jawab. Kalau ada SK gubernur yang mengangkat, gubernur yang bertanggung jawab. Ini tidak ada," ujar Erry.
Gaji Rp 200 Ribu
Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara Abyadi Siregar mengatakan mengimbau pemerintah agar jangan berlaku kejam kepada guru honorer di SMA dan SMK, karena honorer tersebut tidak bisa dihilangkan peranananya dalam mendidik siswa.
"Faktanya mereka mengajar. Jumlah mereka lebih banyak dari guru ASN, masa ditiadakan peranannya. Padahal beban kerjanya banyak, jangan lebih jahat pemerintah sama masyarakatnya. Apalagi saat ini para guru honorer ini masih banyak yang bergaji Rp 200 ribu. Masa mau dihilangkan gajinya," ujarnya.
Menurut pengamatan Ombudsman saat ini guru honorer lebih banyak berkontribusi terhadap kelangsungan proses mengajar-mengajar di sekolah-sekolah, terutama di daerah yang tertinggal.
"Peranan honorer dalam pendidikan tidak bisa ditiadakan begitu saja. Tugasnya tidak jauh dari PNS," ujarnya.
Menurut Abyadi, pemerintah tidak bisa tinggal diam atas permasalahan ini, karena tanpa solusi maka yang dikorbankan adalah anak didik.
"Gubernur harus mengambil solusi. Nggak boleh diam saja," ujarnya. (Tribun Medan/Royandi H)