TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 50 orang di Kendari, Sulawesi Tenggara, enam di antaranya adalah perempuan dewasa menjadi korban usai mengkonsumsi obat jenis Paracetamol Cafein Carisoprodol (PCC). Bahkan ada satu orang pelajar tewas akibat menenggak pil PCC.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menjelaskan pil PCC yang dikonsumsi puluhan murid Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tersebut bukan narkoba jenis flakka.
"Dan juga sebagian di antaranya digunakan untuk obat sakit jantung," ujar Deputi Pemberantasan Narkotika BNN, Inspektur Jenderal Arman Depari.
PCC kata Arman tidak bebas diperjualbelikan. Harus dengan izin dan resep dokter.
Menjadi masalah ketika dijual secara bebas di Kendari, hingga membuat 50 orang sebagian besar adalah pelajar mengalami kejang-kejang, dan satu orang meninggal dunia.
"Tapi ternyata ini beredar secara bebas, bahkan dijual kepada anak-anak sekolah dengan harga 20 butir Rp 25 ribu," ujar Arman.
Baca: Zulkifli yang Ditembak Mati Polisi Ternyata Pelaku Utama Pembunuhan Pasutri Pengusaha Garmen
Arman menerangkan, pil PCC bukan salah satu jenis narkotika dan obat-obatan. BNN membantah, bahwa PCC termasuk dalam narkoba jenis Flakka.
"Flakka sendiri itu sangat berbeda dengan kandungan zat atau obat-obat yang dikonsumsi yang terkandung di dalam obat atau pil PCC yang digunakan oleh anak sekolah di Kendari," ujar Arman.
PCC, jika dikonsumsi secara berlebihan dapat membuat orang kejang-kejang, mual-mual, dan seluruh badan terasa sakit.
Namun, pengkonsumsian PCC sendiri untuk menghilangkan rasa sakit, dan sebagai obat jantung.
"Nah kalau dilihat dari kegunaannya bisa kita simpulkan bahwa ini, adalah obat keras. Obat yang tidak boleh bebas beredar," ujar Arman.
Pelaku Berhasil Diamankan
Badan Narkotika Nasional (BNN) kata Arman berhasil mengamankan satu orang terduga pelaku, seorang ibu rumah tangga (IRT) dengan inisial ST (39).
"Satu sudah diamankan. Ini sedang dalam pengembangan," ujar Arman.