"Perarem hanya untuk melegalkan perbuatannya yang telah dilakukan sejak Desember 2014. Salah satu bentuk realisasi penggunaan uang tersebut adalah untuk membantu membiayai yang bersangkutan dalam perkara Reklamasi Gading Sari sebesar 962,5 juta," terangnya didampingi Kasubdit I Ditreskrimum Polda Bali, AKBP Tri Kuncoro.
Baca: Pelaku Pelecehan Seksual Pasien National Hospital Tertunduk Diam Usai Diperiksa Semalaman
Mantan Kasat Resrkim Polres Gianyar ini menjelaskan, aturan yang dibuat sekelompok masyarakat tidak boleh bertentangan dengan hukum positif di negara ini.
Polda Bali mendukung apabila kelompok masyarakat membuat aturan sendiri yang selaras dengan hukum positif.
"Jadi intinya semua peraturan yang ada di masyarakat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya," tegasnya.
Oleh karena itu, Desa Pakraman perlu menggandeng Pemerintah Daerah jika membuat produk hukum dalam membangun desanya.
Sehingga pelanggaran yang kemungkinan bisa muncul bisa dihindar.
Kekosongan Norma Hukum
Koordinator PPMAN Region Bali-Nusra Febriyan Anindita menjelaskan, dalam Perda Desa Adat tidak ada klausul yang mewajibkan desa adat dalam koordinasi dengan Pemda tersebut.
"Di Perpres tentang pungli (pungutan liar) juga tidak diatur khusus terkait dengan kewenangan adat yang telah diakui beragam aturan sektoral dalam mengoptimalkan potensi desa secara mandiri," ujar Febri kepada Tribun Bali, Sabtu (27/1/2018).
Baca: Mengapa Kasus yang Mencuat saat Pilkada DKI Kini Tak Jelas Nasibnya? Ini Kata Komisi Kejaksaan RI
Febri menambahkan, masih ada kekosongan norma hukum terkait fungsi koordinasi desa adat dan pemerintah daerah.
Terlebih lagi, sumbangan dari pengusaha water sport di Tanjung Benoa sudah melalui suatu paruman desa adat.
Sehingga, kata Febri, dalam hal ini Yonda kapasitasnya sebagai bendesa adat, bukan sebagai kapasitas pribadinya.
Dikonfirmasi terpisah, Guru Besar Fakultas Hukum Univeritas Brawijaya, Prof I Nyoman Nurjaya menyiapkan legal opinion terkait kasus tudingan reklamasi ilegal terhadap Yonda ini.