TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Isak tangis para santri Ponpes dan siswa SMK mewarnai putusan sang kepala sekolah dan pemangku ponpes, Alief Abdul Haris yang divonis 10 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan penjara, Senin (12/3/2018).
Putusan majlis hakim lebih ringan lima tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Andika Nugraha T dengan tuntutan 15 tahun penjara.
Sidang putusan ini dipimpin hakim yang juga Ketua Pengadilan Negeri, Nova Flory Bunda.
Persidangan terakhir dengan agenda putusan ini digelar terbuka untuk umum.
Saat proses pembacaan putusan, di luar Kantor PN, massa yang tergabung di Forum Santri Guru dan Masyarakat (FSGM) terus menggelar istighotsah dan tausiyah yang dibawakan bergiliran oleh sejumlah ustadz dan diikuti sekitar 100 orang perwakilan santri, murid, orang tua murid, mantan santri dan masyarakat umum.
Sidang putusan berjalan cepat dan tanpa gejolak apapun meski ada sebanyak 20 orang perwakilan massa yang diperkenankan masuk ke ruang sidang.
"Saudara dalam keadaan sehat?" tanya Hakim Ketua, Nova pada terdakwa.
"Sehat bu ," jawab Haris singkat.
Sang ketua majelis akhirnya memulai membacakan serangkaian hasil dan fakta persidangan beberapakali sebelumnya.
Pada intinya, Haris bersalah yang didukung dengan bukti persidangan dan diperkuat dengan hasil berita acara pemeriksaan serta dakwaan JPU.
Tak terlalu lama persidangan berlangsung, Haris yang didampingi Pengacara Lukmanul Hakim dari Posbakum LABH Al-Banna Lamongan ini harus menerima kenyataan pahit untuk mendekam di Lapas lebih lama lagi yakni selama 10 tahun.
Massa FSGM di luar yang mayoritas diikuti siswa dan para santri semula berharap gurunya itu bebas dari segala tuntutan.
Bahkan selang 20 menit dari putusan hakim hingga Haris dibawa kembali ke Lapas melalui pintu belakang PN, massa masih tenang dengan bacaan doa-doanya.
Orasi yang penuh tausiyah oleh Koordinator Forum, Syaiful Aziz juga tetap landai-landai saja.