Contoh, satu unit motor bekas/second harga pasaran sekitar Rp 13 juta, di pasar medsos biasanya dijual kurang dari separuhnya, yakni Rp 5 juta sampai Rp 6 juta.
Tribun Medan menyaru sebagai pembeli kendaraan dan berbincang dengan DS yang menjual kendaraan bodong melalui medsos.
"Saya ada Beat dan Vario. Paling laris Supra tahun 2008," ujar DS, warga Medan.
"Namanya juga bodong, ya, hasil curanmor (pencurian kendaraan bermotor). Kadang ada juga yang dari oknum aparat kami beli. Ada oknum yang mau (jual), tapi biasanya yang seperti ini harganya lebih tinggi. Harus pintar‑pintar merayunya," ujar DS.
4. Harga barang bukti dari penegak hukum lebih tinggi
Dia bercerita, motor‑motor ilegal yang dijualnya sebagian besar merupakan hasil curian komplotan begal atau barang bukti di penegak hukum.
Lebih lanjut DS mengemukakan, harga pasaran motor hasil kejahatan atau barang bukti dari kepolisian, mereka pasarkan dengan harga paling tinggi Rp 7 juta.
Walau ilegal, dia menyebut peminat motor ini terbilang banyak.
"Ada saja dan selalu laku. Kalau dari curanmor kami beli Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, kami jual bisa Rp 5 juta sampai Rp 7 juta. Kalau dari polisi sedikit ribet, kami beli Rp 4 juta dan lakunya kami jual Rp 5 juta," ujarnya.
"Tetap laku, karena di bawah harga pasar. Seperti Satria FU 2016 itu di atas Rp 10 juta, tetapi kami jual di bawah Rp 10 juta, makanya laris manis, Bang," ujarnya lagi.
5. Memiliki jaringan hingga ke kota-kota besar
DS mengaku jaringan mereka tak hanya berada di Medan. Di kota‑kota besar lain, sindikat mereka tetap bekerja.
"Kami ada di Padang, Palembang juga ada. Waktu itu ada teman mau beli motor Supra 2012. Kejadian tahun 2014. Saya beli hasil curanmor. Harga jual Rp 2,5 juta, saya beli dari oknum aparat Rp 1 juta. Barang ini biasanya dipakai di kawasan-kawasan perkebunan. Jarang yang di kota. Kalau di sini dipakai (di kota), pasti ketahuan," kata DS.
Dari DS, Tribun mendapatkan informasi perihal pemain besar jual-beli sepeda motor bodong lain, yakni AD.