TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Desa Banjarejo di Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, mulai menjulang namanya sejak 2015 menyusul berbagai penemuan arkeologis masa prasejarah menunjukkan kuantitas dan kualitas signifikan.
Berada di paling timur di Grobogan, yang berbatasan langsung dengan wilayah Blora dan Ngawi di sisi tenggara, desa ini bisa ditempuh dari pusat kota Purwodadi, lebih kurang 1,5 jam mengunakan sepeda motor.
Dari Kota Yogya, waktu tempuh lebih kurang 5,5 jam via Solo-Gemolong-Sumberlawang- Toroh-Danyang-Kuwu-Banjarejo. Akses jalan sangat baik dari kota Purwodadi hingga Kecamatan Gabus.
Melejitnya nama Banjarejo tak lepas dari peran sang Kepala Desa, Achmad Taufik.
Lulusan Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini begitu progresif mengembangkan Banjarejo sebagai desa wisata sejarah.
Ia memberi banyak penyadaran kepada warganya tentang betapa penting menyelamatkan berbagai temuan fosil fauna dari masa ratusan ribu hingga jutaan tahun lalu.
Ribuan artefak dan fragmen fosil dari ukuran kerikil hingga fosil jumbo kini diamankan di Rumah Fosil Banjarejo.
Baca: Soal Temuan Fosil Gajah Purba, Ganjar Berencana Bangun Museum di Banjarejo
Rumah Fosil Banjarejo ini seperti museum mini dengan penataan alakadarnya, yang sekaligus jadi tempat tinggal keluarga Achmad Taufik.
Tak terhitung lagi pengunjung yang datang ke museum mini yang mengoleksi fosil-fosil dari Banjarejo dan sekitarnya.
Siapa Banjarejo, ratusan ribu hingga jutaan tahun lalu?
Wahyu Widiyanta, Ketua Tim Penyelamatan Fosil Gajah Banjarejo dari BPSMP Sangiran menjelaskan, di masa prasejarah desa itu bagian penting ekosistem rawa-rawa laut dan dasar laut dangkal dari masa Pliosen hingga Pleistosen.
"Tanah lempung ini ciri rawa-rawa." kata Wahyu Widiyanta.
Jenis tanah itu mayoritas mengisi bawah permukaan lapisan tanah di Banjarejo dan sekitarnya.
Ciri-ciri utamanya adalah bentukan lapisan batu lempung biru, batu lempung hitam dan konglomerat gampingan.