TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Puluhan karangan bunga duka cita menghiasi sekitaran rumah almarhum Nadya Firsa Ramadhani di Jatisari Besar Gang Gempol, Desa Pepelegi, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Senin (17/9/2018) siang.
Sejumlah kerabat, famili, dan rekan almarhum maupun orangtuanya terlihat terus berdatangan untuk menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya gadis 20 tahun, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.
Anak pertama dari tiga bersaudara ini meninggal dunia akibat tenggelam saat berwisata naik perahu bersama rekan-rekannya di Pantai Wisata Bantol di Desa Banjarejo, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, Minggu (16/9/2018).
"Kami sudah ikhlas. Mari kita ikhlaskan saja, biar ananda tenang di sana," ujar Eko Dwi Susanto, ayah almarhum Nadya saat ditemui SURYA.co.id di rumah duka.
Nadya adalah anak pertama dari pasangan suami istri Eko Dwi Susanto dan Fitria Endah Mardani.
Tiga adiknya masih kecil, dua perempuan dan satu laki-laki.
Baca: Liburan di Pantai Bantol Malang Berujung Duka, Dua Mahasiswa Unair Tak Selamat Usai Terseret Ombak
Sehari-hari, gadis berjilbab itu terkenal aktif. Di rumah maupun di sekolah.
"Sejak SMA, dia aktif banget. Ikut OSIS dan aktif main basket. Karena memang anak saya itu hobinya main basket," kata Eko.
Sampai kuliah, gadis berjilbab lulusan SMA Trimurti tersebut juga aktif dalam sejumlah kegiatan kampus.
Eko menyebut, jurusan hukum dipilih sendiri oleh Nadya sejak lulus SMA.
Seperti biasa, anak perempuan cenderung dekat dengan ayahnya.
"Iya, sama papanya dia lebih dekat. Kerap kali dia bercerita memilih jurusan hukum karena ingin jadi notaris atau jadi jaksa," kata Eko lirih.
Ditinggal anak kesayangannya, Eko terlihat tegar.
Menemui sejumlah tamu dan menceritakan peristiwa yang menimpa anak gadisnya itu, pria ini nampak tenang.
Baca: Pembuktian terkait Benar Tidaknya Tuduhan Pencucian Uang oleh SBY Harus Melalui Proses Hukum
Meski raut kesedihan begitu kentara dari wajahnya.
Dia terakhir bertemu Nadya, Sabtu (15/9/2018) pagi, sebelum sang anak berangkat ke Malang bersama rekan-rekannya.
Pagi jam 06.00 WIB, Nadya berangkat tapi jam 09.00 WIB pulang lagi, dan kemudian menuju ke Malang.
Saat jam 09.00 WIB itulah, pertemuan terakhir Eko dengan Nadya.
"Pa pamit ya," ujar Eko menirukan ucapan sang anak.
Kata perpisahan yang izinnya untuk acara kampus bersama rekan-rekannya itu ternyata kalimat berpisahan terakhir Nadya dengan papanya.
Eko tahu tentang peristiwa yang menimpa anaknya, Minggu (16/9/2018) siang.
Itupun berawal dari kekhawatirannya terhadap anaknya yang tidak kunjung pulang.
Baca: Ku Tepati Janjiku, Daripada Bercerai Lebih Baik Mati, Status FB Nono Dua Jam Sebelum Gantung Diri
"Katanya Minggu pagi pulang, kok sampai siang sekitar jam 12.00 WIB belum ada kabar. Kemudian saya hubungi ponselnya, malah diangkat seorang pria, temannya. Nah, temannya yang menerima telepon itu menceritakan kejadiannya," urai dia.
Mendengar kabar itu, Eko pun langsung meluncur ke Malang. Tapi dia tidak sampai di lokasi kejadian.
Dia langsung ke Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang, karena dikabari jenazah sang anak sudah di rumah sakit.
Dari rumah sakit, jenazah Nadya lantas dibawa pulang ke rumah duka. Sampai di rumah sekira jam 19.00 WIB.
Beberapa saat kemudian jenazah Nadya dimakamkan di tempat pemakaman umum Desa Pepelegi, sekira pukul 22.00 WIB.
Eko maupun istrinya mengaku tak punya firasat apa-apa terkait peristiwa ini.
Kepergian Nadya membuat keluarga, kerabat, teman, dan semua yang ditinggal merasa sangat kehilangan.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Ini Kalimat Terakhir Mahasiswi Unair pada Sang Ayah Sebelum Tewas Tenggelam di Malang, Firasat?