Kemudian pada 23 Mei membayar Rp 30 juta, Pda 3 Juni 2017 membayar Rp 30 juta.
"Lalu pada 10 Juni membayar Rp 80 juta untuk pelunasan. Semua pembayaran ditransfer ke rekening PT Anairis Putri Cahaya," ujarnya.
Usai pelunasan, ia dijanjikan bahwa rumah akan diserahterimakan setelah 9 bulan 1 minggu.
Pada 10 Juni itu pula, ia melakukan PPJB dengan Syna Group yang diwakili Iwan Cica Erlngga di Notaris Al Mimin.
"Setelah sembilan bulan, saat ini rumah tidak saya terima. Uang juga tidak dikembalikan," katanya.
Baca: Seorang Pria Tewas di Apartemen, Polisi Temukan Alat Kontrasepsi di Kamarnya
Dalam berkas dakwaan yang diterima Tribun dari jaksa Fitriani, terungkap ada 38 konsumen yang telah membeli tanah kavling untuk rumah siap bangun di wilayah Sindanglaya Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung itu.
Mereka umumnya membayar Rp 42 juta hingga Rp 60 juta. Sehingga total uang yang sudah dibayarkan mencapai Rp 2 miliar lebih.
"Saat menawarkan kavling siap bangun tersebut, Syna Group menjanjikan rumah konsumen segera dibangun setelah pembayaran tahap eprtama dan akan selesai setelah 9 bulan 1 minggu. Namun hingga saat ini, semua konsumen belum menerima kavling rumah sebagaimana dijanjikan," kata Jaksa.
Ketiga terdakwa dijerat Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.
Dalam uraiannya, disebutkan bahwa Iwan Cece Erlangga merupakan komisaris Syna Group yang membawahi lima perusahaan yakni PT Anairis Putri Cahaya yang bergerak di bidang marketing dengan pimpinannya Kartini, saat ini dia berstatus buronan.
Kemudian PT Multi Hataya Partner yang bergerak di bidang depelover dengan pimpinannya Irfan Kurniawan.
Irfan juga membawahi anak perusahaan yakni PT Lembur Karuhun, PT Pramuda Utama Andiri dan PT Jaka Tingkir dengan direkturnya Wildan Amarul Husna.
Lalu PT Garuda Tekbik Otomatis, PT Hyura Central Buana dan PT Bandung Internasional Property.
Syna Group melalui PT Anairis Putri Cahaya awalnya mencari tanah kosong untuk dijadikan kavling siap bangun.