Laporan Wartawan Tribun Jateng, Amanda Rizqyana
TRIBUNNEWS.COM, UNGARAN - Angka orang dengan HIV - AIDS (Odha) di Kabupaten Semarang selama Januari-Agustus 2018 bertambah 43 orang.
Hal tersebut dipaparkan oleh Sri Mulyati (42) selaku pendamping atau peer support dari Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Melati yang berada di bawah naungan Komisi Penanggulangan HIV-AIDS Kabupaten Semarang.
"Bertambahnya 43 Odha ini menambah jumlah penderita yang tengah dalam pendampingan KDS Melati 467 orang," ujar wanita yang akrab disapa Bu Mul pada Kamis (11/10/2018) siang.
Namun ia menegaskan, angka tersebut, baik temuan Odha baru maupun jumlah Odha yang tengah didampingi merupakan mereka yang sukarela menjalani pengecekan dan pengobatan.
Menurutnya, masih banyak para orang dengan risiko HIV-AIDS yang tidak berani untuk melakukan pengecekan, ada pula yang sudah melakukan pengecekan namun enggan melakukan pengobatan.
Jadi, menurutnya, angka tersebut merupakan puncak gunung es.
Menjadi Odha memang tidak bisa diterima oleh penderita karena stigma negatif dari masyarakat yang memberikan stigma pada diri sendiri.
Untuk itulah peran KDS diperlukan agar mereka tidak salah dalam mengambil keputusan.
Orang-orang yang berisiko maupun terindikasi HIV-AIDS harus segera mengecek kemungkinan dirinya apakah terkena HIV-AIDS.
Menurut Bu Mul, tiga bulan setelah terjadi aktivitas berisiko, Odha dapat segera mengecek apakah virus tersebut telah menyebar di tubuhnya.
Aktivitas yang berisiko HIV-AIDS ialah melakukan hubungan seksual berganti pasangan, penggunaan jarum suntik secara masal, transfusi darah, maupun melakukan hubungan seksual sejenis.
Odha tidak akan tahu dirinya mengidap HIV-AIDS sampai ia memiliki keluhan penyakit yang menyerang sistem imun dalam tubuhnya lalu memperparah penyakitnya tersebut.
"Banyak Odha yang depresi dan merasa hidupnya tidak lagi indah. Padahal Odha juga berhak menjalani hidup seperti orang normal," ujar Bu Mul.
Menurutnya, para Odha juga dapat tetap bekerja, bermasyarakat, bahkan hingga menikah dan memiliki anak.
Namun ada sejumlah tahapan yang harus diperhatikan dan guna mewujudkan keinginnya tersebut.
Menurut Bu Mul, agar para Odha ini bisa menjalani aktivitasnya, harus mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) secara tepat jumlah dan tepat waktu.
Selain itu, para Odha juga harus memiliki kesadaran dalam mengakses perawatan medis dan berani terbuka pada pasangan tentang penyakit yang diderita agar tidak menularkan pada pasangan maupun orang terdekat.
Untuk keinginan memiliki anak, dilakukan tahapan yang harus menyesuaikan agar calon anak tidak terpapar virus tersebut.
"Kami berhasil melahirkan 17 anak dari pasangan atau orang tua Odha tanpa terkena HIV-AIDS," ujar Bu Mul.
Meski begitu, banyak pula permasalahan yang timbul dari para Odha, khususnya mereka yang jenuh akan pengobatan karena seumur hidup harus mengonsumsi ARV.
Kejenuhan tersebut membuat para Odha berhenti mengonsumsi obat dan akhirnya semakin memperparah penyakit mereka, lalu kemudian meninggal dunia. (*)