Sepekan sebelumnya, Rabu (10/10/2018), Febri juga menyebutkan bahwa penyidik KPK menemukan indikasi penerimaan uang Rp 56 miliar sejak 2016 hingga 2018 di Dinas PUPR, yang melibatkan Zainudin.
Secara paralel KPK melakukan pemetaan aset dari para tersangka.
Hal ini untuk kepentingan pengembalian aset, jika dugaan tersebut sudah terbukti di pengadilan dan uang yang dikorupsi dapat dikembalikan ke masyarakat melalui mekanisme keuangan negara.
Baca: Mobil Perampok Remuk Diamuk Massa Lalu Digulingkan ke Jurang Sedalam 3 Meter
"Penyidik terus menyisir dan mengidentifikasi dugaan fee sekitar Rp 56 miliar dalam proyek-proyek di Dinas PUPR," ujar Febri, Rabu (10/10/2018) pekan lalu.
Jatah 21 Proyek
Sementara itu, 21 proyek infrastruktur yang menjadi "jatah" Gilang Ramadhan, pengerjaannya saat ini tidak jelas.
Ketua Komisi C DPRD Lamsel, Sunyata, meminta Pemkab untuk meminta pertanggungjawaban pihak ketiga yang memenangkan tender proyek tersebut.
Terlepas dari adanya persoalan hukum, pelaksanaan proyek harus berlanjut sesuai aturan.
"Jangan sampai masyarakat dirugikan. Proyek infrastruktur itu diprogramkan sebagai bentuk pemenuhan infrastruktur publik yang bisa dinikmati masyarakat," kata dia, Kamis.
Puluhan proyek "jatah" Gilang itu terungkap di persidangan, Rabu lalu.
Pada 2017, Gilang dapat lima paket proyek senilai Rp 4,5 miliar di Dinas PUPR Lamsel. Sesuai komitmen fee proyek, Gilang menyetorkan uang Rp 958 juta.
Pada 2018, Gilang makin bersinar. Gilang dapat "jatah" proyek Rp 50 miliar di Dinas PUPR, sesuai arahan Zainudin.
Dalam proses pembagian proyek 2018, hingga bulan Juli, Gilang sudah mendapatkan 16 paket senilai Rp 25,1 miliar.
Sisa paket proyek "jatah" Gilang urung terlaksana karena terjaring kena OTT.
Berdasarkan kesaksian sejumlah PNS di Pemkab Lamsel, pemenang proyek sudah ditetapkan sebelum proses lelang. Termasuk pembagian fee pun sudah dibahas secara detail.