"Ya, terpaksa pasrah, bukan jodohku lagi," katanya.
Sementara itu, budayawan asal Sulsel, Prof Dr Nurhayati Rahman menggap bahwa uang panaik yang nilainya besar merupakan ujian bagi seorang laki-laki.
Pihak keluarga wanita ingin melihat keseriusan laki-laki melamar pujaan hatinya.
"Di situlah nilai luhurnya uang panaik, dilihat dari keseriusan seorang laki-laki mencari uang. Jangan hanya menikah saja, tapi dia tidak mau bekerja keras."
"Jadi ada nilai positif dan negatif yang bisa diambil dari hal ini," katanya.
Nurhayati mengungkapkan, besaran uang panaik di zaman sekarang ditentukan status seorang wanita.
Jadi jika status sosialnya seorang wanita bagus, maka uang panaiknya tentu bagus pula hingga miliaran rupiah.
"Jadi orang tua biasanya memasang nilai uang panaik, karena untuk melihat masa depan anaknya. Jadi beda-beda itu besarannya, disesuikan dengan statusnya wanita lulusan apa, kerjaannya apa, apakah dia PNS atau dokter. Tambah mahal lagi, kalau itu si wanita sudah naik haji dan mempunyai rumah serta harta."
"Jadi pemikirannya itu orangtua, enak saja ini laki-laki menikah tidak ada apa-apanya langsung saja dapat pendamping hidup lengkap masa depan, rumah dan segalanya. Itu yang biasa menjadi patokan. Jadi tentu mahal dong panaiknya kalau wanita yang dilamar itu sudah sukses dari segi ekonominya," terangnya.
Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Heboh Penikahan di Jeneponto: Uang Panaik Rp 130 Juta, 100 Gram Emas dan Satu Ton Beras dan Kompas.com, Pernikahan ala Adat Bugis Makassar, Jumlah Uang Panaik Ditentukan Status Sosial Wanita(2)