TRIBUNNEWS.COM, KARANGASEM - Sebanyak 195 orang (50 KK) warga eks-gelandang dan pengemis di Karangasem mendapat tempat tinggal dan bantuan modal usaha.
Bantuan kepada warga Banjar Muntigunung, Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem ini, menjadi bagian dari program Kementerian Sosial "Desaku Menanti" yang khusus mengembalikan keberfungsian sosial eks-gelandang dan pengemis.
Pengembangan kompleks hunian yang bernama “Kampung Kesetiakawanan Sosial Giri Winangun Setiadharma” ini juga merupakan bagian dari program prioritas penanganan kemiskinan yang kini gencar dilaksanakan pemerintah.
Direktur Jenderal Rehabiltasi Sosial, Edi Suharto menyatakan, masalah kemiskinan karakteristiknya bermacam-macam. Penanganannya pun membutuhkan pendekatan berbeda-beda.
"Tidak bisa semuanya diselesaikan dengan bantuan tunai bersyarat. Dengan Program Desaku Menanti ini menunjukkan negara hadir dan Presiden Jokowi memperhatikan segmen-segmen masalah kemiskinan," kata Edi saat menghadiri peresmian Program Desaku Menanti, di Banjar Muntigunung, Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, Selasa (15/01/2019).
Edi mengatakan, Program 'Desaku Menanti' unik dan lengkap. Sebab di dalamnya tidak hanya bantuan rumah, tapi juga ada modal usaha, bantuan peralatan, dan sebagainya.
"Peserta program ini juga mendapat bimbingan usaha. Mereka didampingi oleh Tagana, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), dan Karang Taruna,” kata Edi.
Cabut Akar Kemiskinan
Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang Sonny W Manalu menyatakan, Program Desaku berorientasi pada mencabut akar masalah kemiskinan. Yakni dengan memenuhi kebutuhan:
a) Papan (rumah tinggal)
b) Usaha Kemandirian (Usaha Ekonomi Produktif/UEP)
c) Jaminan Hidup
Total bantuan yang diberikan kepada “Kampung Kesetiakawanan Sosial Giri Winangun Setiadharma” adalah sebesar Rp 2.328.750.000.
"Tanpa mencabut akarnya, kemiskinan akan tetap tumbuh. Kita telah meninggalkan pendekatan hit and run yakni merazia mereka di pinggir jalan, menjadi penjangkauan langsung," kata Sonny.
Pendekatan kedua ini lebih komprehensif karena melibatkan enam pihak sekaligus. Yakni Kementerian Sosial sebagai leading sector, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Lembaga Kesejahteraan Sosial, para eks gepeng, dan masyarakat termasuk di dalamnya dunia usaha.
Menurut Sonny, makna filosofis dari program “Desaku Menanti” adalah mengembalikan mereka yang memilih menggelandang dan mengemis di kota-kota besar ke kampung halamannya, dengan memberikan dukungan terhadap apa yang menjadi kebutuhannya setelah kembali ke desa, seperti penyiapan rumah layak huni, pemberian bimbingan keterampilan dan pemberian stimulan modal usaha.
UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, mengamanatkan bahwa Gelandangan dan Pengemis adalah salah satu jenis PMKS yang wajib mendapat penanganan dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial.
Oleh karena itulah, menurut Sonny, Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang selaku unit kerja yang diberi tanggung jawab menanganinya, terus melakukan langkah-langkah dan kebijakan program.
Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri menyatakan sangat mengapresiasi langkah Kementerian Sosial ini, dalam bekerja sama dengan pemerintah yang dipimpinnya.
Pogram Desaku Menanti sejalan dengan langkah Pemerintah Kabupaten Karangasem yang terus meningkatkan upaya pemberantasan kemiskinan,
“Kami juga menyiapkan anggaran sebesar Rp200 juta untuk mengembangkan usaha rakyat di Banjar Muntigunung. Khususnya pengembangan usaha kelengkapan sembahyang,” kata Mas Sumantri.
Selain di Karangasem ini, sejak diinisasi tahun 2015, hingga saat ini program “Desaku Menanti” sudah berhasil dikembangkan di lima daerah, yakni Malang, Pasuruan, Yogyakarta, Padang, dan Jeneponto.
Hadir dalam acara ini sekitar 500 undangan. Yakni sebanyak 195 orang warga binaan sosial penerima Program “Desaku Menanti”, dan kemudian 305 orang dari unsur SKPD Kabupaten Karangasem, pemerintah Provinsi Bali, tim sinergitas, dunia usaha, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Ke depan, Kementerian Sosial RI akan terus mengembangkan program ini, mengingat tingkat keberhasilan program ini dinilai berjalan dengan baik.