Di lahan demplot, Theti dan kelompoknya bertanam tomat, cabai, dan kacang panjang.
Baca: Akibat Selang Memanjang dari Ginjal hingga Kandung Kemih, Seorang Pria di Kalimantan Barat Dioperasi
Hasil ini diakui Theti mengalami kenaikan. Jika dulu, hasil pertanian hanya cukup untuk dimakan sendiri, ia sekarang mulai bisa menjual hasil pertaniannya dan mulai menabung.
Hasilnya bisa dipakai untuk makan dan kelebihannya bisa dipakai untuk menabung sementara sebelumnya hanya cukup untuk makan tetapi sekarang kami bisa menjual hasil pertanian.
"Menjualnya pun tidak susah karena hasil pertanian ini lebih sehat. Kami memakai metode bertani yang ramah lingkungan. Sampai saat ini, kami telah panen sebanyak empat kali,” katanya.
Dalam pendampingan masyarakat, BRG menyadari pentingnya peran perempuan dalam menjaga gambut.
Sampai saat ini, ada 773 anggota kelompok perempuan yang telah didampingi oleh BRG.
Jumlah ini diharapkan dapat ditingkatkan seiring waktu.
Selain pertanian, kelompok perempuanini juga diberi keterampilan untuk meningkatkan nilai tambah/jual pada produk kerajinan anyaman yang dibuat dari rumput atau tanaman yang banyak tumbuh di lahan gambut.
Para perempuan ini telah mampu membuat anyaman menjadi tas, topi, placemats, keranjang, tikar dan dompet yang siap dipasarkan.
BRG menyadari pentingnya peran para perempuan dalam menjaga ekosistem gambut.
"Kami percaya bahwa jika perempuan diberdayakan, maka akan dapat mendorong perubahan besar dalam sikap dan perilaku melindungi,” kata Myrna A Safitri, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG.
Dikatakan Myrna, pihaknya tidak dapat bicara tentang ketahanan pangan, tentang generasi emas jika soal pemenuhan nutrisi di tingkat keluarga diabaikan.
Perempuan-perempuan kader sekolah lapang di lahan gambut menunjukkan bagaimana mereka berjuang untuk itu.
"Larangan pembakaran dalam pertanian gambut dijawab dengan solusi PLTB yang berbasis pada kebutuhan nutrisi keluarga,“ kata Myrna.