Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Pengurus Forum Honorer K2 DIY, Eko Mujiyanta menolak PPPK untuk solusi penyelesaian K2 Indonesia.
Pasalnya, sistem menjadi PPPK ini juga terlihat memaksakan kehendak karena konsep dan petunjuk teknisnya belum ada.
“Secara prinsip kami tetap menolak PPPK apapun dalilnya. Ini sifatnya memaksa kehendak BKN dan MenpanRB,” ujarnya kepada Tribunjogja.com, Senin (11/2/2019).
Pemaksaan kehendak tersebut, ujar Eko karena turunan PP dan Juknisnya belum ada.
Selain itu, masa kontrak hanya 2 tahun dan dalam UU ASN tidak ada klausul dari PPPK bisa menjadi PNS.
Selain itu PPPK juga akan jadi profesi yang semula disandangnya atau tidak bisa berkembang, tidak bisa naik jabatan, tidak bisa naik golongan, dan lainnya.
Apalagi PPPK juga tidak mendapatkan tunjangan pensiun dan tunjangan hari tua.
Seorang PPPK juga sewaktu-waktu akan diberhentikan sesuka hati oleh pembuat kebijakan yang menandatangani PPPK dengan pemutusan hubungan perjanjian kerja.
Baca: Viral Penganiayaan Tenaga Honorer SMP Negeri Galesong, Empat Siswa Resmi Dikeluarkan dari Sekolah
Di samping itu, perekrutannya harus melalui enam tahap, bersaing dengab umum dan usia muda 20 tahun sampai masa BUP 58 tahun serta, harus menjalani seleksi administrasi, TKD dan TKB.
Di samping itu, hak PPPK dan PNS ada di pasal 21 dan 22 PP 49/2018.
Adanya aturan ini juga membuka peluang celah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab seperti KKN, Duit Dekat Dulur (D3).
"Karena ajuan formasi dan kebijaksanaan dikembalikan ke daerah masing-masing dimungkinkan ada permainan atau banyak tititpan. Ujungnya beli SK cpns atau kursi," jelas Eko.
Sedikitnya 1.015 pegawai honorer dan guru honorer yang masuk dalam honorer K2 DIY diusulkan untuk mengikuti tes seleksi menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Baca: Polisi Tangkap 2 Oknum PNS Pemkot Bandar Lampung, Ini Penjelasan Kadiskominfo