Mulai memandikan tiap pagi dan sore, menyiapkan makan, membopongnya dari rumah kontrakan, lalu membawanya ke gubuk di tepi Batang Arau.
Sesudah itu Bang Ben meninggalkannya untuk bekerja serabutan di kapal-kapal yang sandar di tepi sungai besar, bekas bandar kuno ramai Kota Padang di masa lalu.
"Kadang bersihin kapal, nurunin ikan hasil melaut, atau kerja apa saja yang penting menghasilkan," jelas Jon Sonir yang mengaku tahu persis keseharian Suryanah dan anak bungsunya.
Baca: Cekcok Suami Istri Berujung Tewasnya Sri Dewi dan Bayi dalam Gendongannya
"Hasilnya yang kadang tidak seberapa, mungkin hanya bisa buat hidup sehari-hari saja," imbuhnya.
Selain tergantung pada anaknya, warga sekitar dan orang yang lewat depan gubuknya kerap peduli pada Suryanah.
Kadang ada yang memberi makanan, beras, uang, atau apa saja sebagai ungkapan simpati.
Bang Ben sore itu muncul ketika TribunPadang.com sedang mengobrol bersama Jon Sonir dan sejumlah warga lain yang berdatangan.
Tak banyak kata-kata, Bang Ben sigap menghampiri gubuk ibunya, memberitahu sudah waktunya pulang.
Ia mengemasi barang-barang di gubuk, membuka plastik yang menutupi kursi roda di depan gubuk.
"Kita akan pulang Mak," kata Bang Ben yang berasal dari Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar.
Suryanah bergumam tidak jelas.
Sembari berkemas-kemas, Bang Ben mengatakan ibunya sudah beberapa waktu tidak bisa bergerak.
"Jatuh di perjalanan dari Jakarta sewaktu pulang ke Padang," kata Bang Ben yang mengaku pernah di Jakarta, jadi sopir mikrolet M11 trayek Tanah Abang-Kebon Jeruk.
"Lama saya Bang di Jakarta. Saya akhirnya tak balik ketika ibu saya akhirnya lumpuh setelah jatuh itu," lanjut Bang Ben.