Namun selepas menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Bagian B di Semarang pada tahun 1958, dia kemudian masuk Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad).
Pierre yang berlatar belakang intelijen ini pernah dikirim ke Malaysia dan Singapura.
Dia nyaris ditangkap Tentara Inggris namun dapat bersembunyi dengan menyamar sebagai turis asing.
Dilansir Wikipedia, Kapten Czi (Anumerta) Pierre Andreas Tendean, lahir pada 21 Februari 1939.
Dia mengawali karier militer dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution dengan pangkat letnan satu, ia dipromosikan menjadi kapten anumerta setelah kematiannya.
Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakak dan adiknya bernama Mitze Farre dan Rooswidiati.
Pierre mengenyam sekolah dasar di Magelang, lalu melanjutkan SMP dan SMA di Semarang tempat ayahnya bertugas.
Sejak kecil, ia sangat ingin menjadi tentara dan masuk akademi militer, namun orang tuanya ingin ia menjadi seorang dokter seperti ayahnya atau seorang insinyur.
Karena tekadnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan ATEKAD di Bandung pada 1958.
Dia bertugas memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia.
Pada 15 April 1965, Pierre dipromosikan menjadi letnan satu, dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Andreas Tendean dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi berdasarkan SK Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965, pada 5 Oktober 1965.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, gelar ini diakui juga sebagai Pahlawan Nasional.
Baca: Isak Tangis Keluarga saat Jenazah Tyas Korban Bunuh Diri di Transmart Lampung Tiba di Rumah Duka
Seandainya Pierre Masih Hidup
Banyak kisah menarik dari korban termuda dalam peristiwa G30S tersebut, seperti dituturkan oleh kakaknya Mitzi Farre dan adiknya Ny Roos Jusuf Razak yang pernah dimuat Majalah Intisari edisi September 1989.