TRIBUNNEWS.COM, PONOROGO -- Kabar adanya isu kiamat di Ponorogo yang menyebabkan sebanyak 52 warga melakukan eksodus ke daerah Malang dibenarkan oleh pejabat setempat.
Kepala Desa Watu Bonang, Bowo Susetyo membenarkan ada 16 KK di dua dusun yakni Dusun Krajan dan Dusun Gulun yang pindah ke Malang untuk mengikuti pengajian.
"Yang ikut 16 KK, 14 KK di Dusun Krajan dan 2 KK di Dusun Gulun," katanya.
Dia juga membenarkan ada empat rumah milik warganya yang berangkat ke Malang dijual seharga Rp 20 juta.
"Rata-rata dijual 20 jutaan, untungnya yang beli tetangga atau saudaranya," katanya.
Bowo mengatakan, 52 warganya yang pindah ke Malang karena isu kiamat pergi secara sembunyi-sembunyi mengikut perintah guru spiritual mereka Katimun.
Baca: Karena Isu Kiamat, Sumono Ketiban Berkah Beli Rumah Hanya Rp 20 Juta Dari Pengikut Katimun
Mereka, kata Bowo, juga tidak mengurus administrasi surat pindah di kantor desa dan sekolah.
"Keberangkatan warga itu disembunyikan. Ada sesuatu yang disembunyikan," kata Bowo.
Bahkan, Bowo mengatakan ada satu warga yang berencana akan pindah, saat ditanya mengaku tidak akan berangkat.
Namun, pada malam harinya mereka berangkat ke Malang secara sembunyi-sembunyi.
Bowo menambahkan, dari 53 warga desa yang pindah ke Malang, 10 di antaranya masih SD dan dua di antaranya masih berstatus pelajar SMP.
Selidiki Penyebar Isu Kiamat
Sementara itu, Polres Batu menyelidiki kasus terkait fatwa isu kiamat yang menyebar luas di masyarakat.
Kapolres Batu AKBP Budi Hermanto mengatakan penyelidikan ini dipercepat agar tidak terus menerus menyebar.
Ia juga sudah berkoordinasi dengan Polres Ponorogo terkait kasus ini.
Baca: Gara-gara Isu Kiamat 52 Warga Ponorogo Eksodus ke Malang, Pembisiknya Diduga Guru Aliran Sesat
"Biarlah ini menjadi ranah kami untuk penyelidikan. Bukan ranah Ponpes ataupun masyarakat. Kami percepatan, agar tidak terlalu melebar berita hoax ini," kata Budi saat rilis di Polres Batu, Rabu (13/3).
Adapun informasi yang menyebar di masyarakat dan dinyatakan tidak benar.
Yaitu isu kiamat sudah dekat, soal perang hingga kemarau panjang, sehingga jemaah diminta menjual semua aset dan menyetor ke pondok.
Selain itu juga ada jamaah membeli senjata tajam untuk berperang, sampai anak - anak yang diharuskan memotong tangan adiknya untuk menjadi santapan makanan.
"Sudah dengar sendiri dari pihak ponpes ini dan dari Anshor serta MUI bahwa pihak ponpes ini tidak menyuruh melakukan hal itu. Dan kami juga sudah melakukan mediasi beberapa pihak," imbuhnya.
Terkait kejadian ini, ia juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak menelan mentah-mentah informasi yang beredar.
Pihaknya mempercepat proses penyelidikan ini agar tidak merugikan pihak-pihak yang lain.
Karena ditakutkan menimbulkan keresahan dan amarah dari ponpes yang lain.
"Tingkat keamanan ini pasti kami lakukan, tetapi kami tidak melakukan sendiri. Kami dibantu pihak lainnya untuk mengamankan. Kami sangat terbuka, jika ada aduan terkait hal ini," tuturnya. (Rahadian Bagus)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Cerita Warga yang Dapat Berkah Isu Kiamat di Ponorogo, Beli Rumah Cuma Rp 20 Juta,