Laporan Tribun Bali/ Meika Pestaria Tumanggor
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Pesta demokrasi yang digelar setiap lima tahun sekali merupakan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin negara, baik eksekutif maupun legislatif.
Namun, bagi penyandang disabilitas terutama tunanetra, kerap kesulitan untuk mengenali sosok pemimpin yang akan dipilih.
Seperti cerita I Gede Winaya (46), selama ini banyak tunanetra yang tidak mengenali caleg karena keterbatasan membaca.
"Banyak tunanetra yang tidak kenal caleg, karena keterbatasan membaca. Dan belum ada yang khusus datang bicara, khususnya tentang disabilitas", kata I Gede Wiyana yang merupakan Ketua DPD Pertuni Bali.
"Kalau saya tahu caleg dari dengarkan berita di tv dan radio. Atau ada teman yang jadi caleg, terus ngobrol tentang track record dia, dan tentang disabilitas", tambah I Gede Winaya.
Berdasarkan data Pertuni Bali, saat ini jumlah penyandang disabilitas tuna netra di Bali sebanyak 300 orang, dengan usia minimal 17 tahun.
"Jumlah tunanetra yang sekarang bergabung di Pertuni Bali ada 300an orang, ini belum termasuk jumlah yang di Bangli," ujar I Gede Winaya.
Ketua Yayasan Pendidikan Dria Raba, Ida Ayu Pradnyani Manthara mengatakan, pada pemilu kali ini, terdapat 7 anak binaan tunanetra yang tinggal di yayasannya yang akan memberikan hak suara.
"Tiga sudah pasti, karena sudah punya A5, sisanya besok dicek langsung ke TPS, dengan menggunakan E-KTP", kata Ida Ayu Pradnyani.
Pada pemilu sebelumnya tempat Yayasan Pendidikan Dria Raba, juga kerap digunakan sebagai TPS.
Namun pada pemilu kali ini, TPS dipindahkan ke lokasi SD Santo Yoseph untuk wilayah desa. (*)