"S dikasih uang Rp 20 ribu dan disuruh pulang. Naik Ojek, supaya diantar terminal, tempat angkutan Merak-Jakarta. Dia dapat bus ke Jakarta dan pulang ke Tanjung Priok," jelas Jeverson.
Namun sebelum pulang, S sempat melihat mobil pamannya berjalan pelan dengan dua mobil mengikuti di belakang.
"Itu terakhir kali dia melihat mobil korban," ucapnya.
S tiba di Tanjung Priuk pada hari yang sama, pukul 07.00.
Saat itu, S menghubungi kenalannya, Stenly untuk minta dijemput.
Namun saat itu Stenly memberikan nomor kontak adiknya, yakni Jabir.
Sejak itu hingga ditangkap polisi pada 12 April 2019 lalu, S bersama Jabir.
Sedangkan B, kata Jeverson, tidak ikut saat mengantar dua rekan bisnis paman S tersebut ke Merak.
Dijelaskan, B saat itu memilih melihat persiapan acara pemulihan wisata Pantai Anyer.
"Jam 03.00, B sudah di rumah, di Anyer. Besoknya hasil konfrontir keluarga dia semua, B ada di situ ngopi bareng," urai Jeverson.
Inilah menurut Jeverson, alibi menguatkan dua kliennya, tidak terlibat dalam kasus ini.
Dengan alibi dua kliennya yang dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi, dia yakin kliennya merupakan korban salah tangkap.
"Mereka tidak tahu. Karena malam terakhir itu, satu pulang ke rumah (B), satu (S) dibawa dua rekan pamanya untuk bawa kapal ke Merak. Dia kemudian lanjut ke Tanjung Priok," jelasnya.
"Pertanyaannya, kalau mereka bawa buang mayat bersama-sama, kapan mereka buangnya? Sedangkan buang mayat ada dua kali, yakni tanggal 7 April dan 10 April. Jaraknya terlalu jauh," paparnya.