Pengelola SK memberlakukan aturan-aturan ketat. Seperti adanya sanksi tidak boleh bekerja semalam dan denda hingga Rp 1 juta jika tidak mengikuti kegiatan.
"Di sini kesehatan terjamin. Aman. Ada screening dan VCT (konseling dan tes HIV). Di luar apakah ada tes kesehatan seperti ini? Tidak ada. Apakah pemerintah akan ke jalan-jalan untuk tes kesehatan? tidak mungkin," ujarnya.
Pekerja di SK di-screening ketat. Kemudian akan diberikan pelatihan dengan harapan bisa segera mentas dari dunia malam.
Ayu menuturkan pemberian pelatihan keterampilan kerja sangat dibutuhkan para wanita penghibur yang selama ini menggantungkan hidupnya di SK.
Ayu mengaku sudah 10 tahun mengadu nasib di SK. Kini dia pun sadar bahwa kemolekan tubuhnya tidak seperti dulu lagi.
Kerutan dan garis-garis di dahinya sudah tampak meski sudah dipoles bedak. Wanita berambut panjang itu tak begitu kelihatan bahwa usianya sudah kepala empat.
"Saya tidak mungkin seperti ini terus (menjadi WPS). Nggak selamanya di sini. Sudah tua kaya gini kurang laku. Saya juga pengin usaha," tuturnya sembari menyunggingkan bibir polesan lipstik warna merah tebal.
Ibu empat anak ini mengatakan telah mendapatkan pelatihan beberapa keterampilan. Ia merasa memiliki bakat di bidang kuliner.
Ayu pun ingin membuka warung makan jika sudah 'lulus' dari Sunan Kuning.
Ia belum merealisasikan keinginannya itu saat ini lantaran modal yang dimiliki belum cukup.
Modal sebesar Rp 5,5 juta yang akan diberikan Kementerian Sosial melalui Pemkot Semarang, kata dia, belum cukup untuk usaha.
Dalam sehari saja, dia bisa mendapatkan pendapatan hingga Rp 1 juta saat ramai pelanggan. Wacana penutupan, kata dia, tidak menyurutkan para pelanggan untuk memakai jasanya.
Tamu yang datang sejak didengungkan wacana penutupan tidak berkurang sama sekali. Ayu sudah memiliki pelanggan setia yang sewaktu-waktu bisa menghubunginya.
"Kerja jadi WPS itu kan dapat uang banyaknya cepet, tapi keluarnya juga cepet, nggak kerasa," ujarnya.