Sambil sesekali merayu kepada Tuhan, kapan semua berakhir, namun tugas dan tanggung jawab berpihak pada kalian.
Dengan tingkah laku dan jiwa yang mencintai mereka, jiwa yang tidak berdosa, di tinggal sakit.
Kalian datang dengan harapan semua sehat.
Bandir pohon menjadi bantal bagi kalian.
Tanpa menghaturkan sepatah kata pun.
Kalian berjalan menembus rimba.
Tidak ada kata sungut di bibir.
Kalian tetap berharap baju putih adalah teman setia di mana keringat itu ada.
Biar semua orang menatap kalian, biar semua orang betah dengan kalian.
Kalian tahu asal kalian tinggi menjangkau langit tak pasti.
Tetapi di sela-sela doa terdengar...
Tuhan.. kami mau mereka rasa tangan kami.
Tuhan kami mau mereka rasa damai kerja kami, kami tak tuntut banyak.
Berikan kami kesehatan dan umur panjang biar bisa berkarya."
Tomas Waropen, Kepala Puskesmas Naikere menyatakan nyawa Patra mungkin bisa tertolong jika pihak dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya cepat merespon laporannya terkait kondisi Patra dan meminta segera dikirim helikopter.
"Kami sudah rapat sampai tiga kali dengan Dinas Kesehatan, Kesra dan Pak Sekda tapi tetap tidak ada jalan. Sampai akhirya dia sudah meninggal baru helikopter bisa naik," ujar Waropen
Bagi Waropen, Patra adalah pahlawan kemanusiaan.
Dia rela mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut.
Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak petugas medis lainnya.
"Patra adalah pahlawan bagi masyarakat di pedalaman Mairasi (nama suku di pedalaman Naikere). Sementara kita anak-anak negeri ini banyak yang jadi Judas (murid yang mengkhianati Yesus)," kata Tomas Waropen.
(Suar.id/Moh. Habib Asyhad)
Artikel ini telah tayang di Suar.id dengan judul Sungguh Mengharukan, Begini Doa Terakhir Mantri Patra yang Dia Tulis dengan Tangan Menjelang Ajal Menjemput.