Walau kecelakaan terjadi beruntun, dia menilai pemerintah tampak abai dalam menyikapi persoalan dan bahaya itu.
"Dalam tiga bulan terakhir, kami mencatat 19 nyawa melayang karena laka (kecelakaan) tambang," kata Edo kepada wartawan di Pangkalpinang, Jumat (2/8/2019).
Dia menjelaskan, selain korban jiwa, penambangan timah juga menimbulkan kerusakan lingkungan.
Hal itu terjadi karena tata kelola penambangan yang buruk sehingga kerusakan semakin masif.
Baca: 3 Hari Tak Pulang ke Rumah, Ayah Emosi Pergoki Anaknya Berhubungan Intim dengan Penjaga Kantin
Dia berharap ada moratorium penambangan karena di satu sisi upaya pengawasan dan penegakan hukum sangat lemah.
Aktivitas penambangan yang telah dilakukan selama ini tidak sebanding dengan capaian pemulihan lingkungan.
Berdasarkan catatan Walhi Bangka Belitung tahun 2018, ada 1.343 IUP pertambangan dan 298 IUP laut yang luasnya mencapai 595.381 hektar.
Sementara tingkat kerusakan lahan mencapai 1,053 juta hektar atau 62 persen dari luas daratan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, kerugian negara dari penambangan timah sebesar 68 triliun rupiah dari pajak, biaya reklamasi, royalti, pajak ekspor dan penerimaan non-pajak.
Walhi menyayangkan momentum pembahasan Raperda RWZP3K tidak dimanfaatkan untuk membenahi dan atau menganulir IUP yang bersinggungan dengan sektor lainnya, terutama nelayan dan pariwisata.
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Buruh Tambang Timah Asal Jawa Tengah Tewas di Lubang Camui, 3 Bulan 20 Orang Merenggang Nyawa