Anak ketiganya itu meminta dirinya mengantarkan ke sekolah.
Kala itu Denny sekolah di SMK Negeri 1 Sanden jurusan perikanan dan diwajibkan mengikuti praktik kerja lapangan selama enam bulan.
Tak ada firasat apa-apa.
Yang Martini ingat, sebelum berangkat anaknya itu sempat berucap "saya diantar mom (ibu) saja. Nanti enam bulan saya tidak melihat kampung," tutur Martini menirukan ucapan Denny, yang sampai sekarang akhirnya tak pernah pulang.
"Saya mengharapkan ada mukjizat. Meskipun sudah 10 tahun. Saya masih berharap suatu hari nanti Denny mengetuk pintu rumah dan pulang," ujar Martini, berharap.
Perempuan 54 tahun itu mengaku akan terus menunggu kedatangan Denny. Ia amat yakin anaknya itu baik-baik saja.
"Feeling saya dia masih hidup. Keadaannya baik-baik saja karena hati saya merasa tenang. Saya yakin Denny akan pulang," imbuh Martini lirih.
Baca: Dua Oknum Polisi Ngamuk di Karaoke Excellent Bandungan, Protes Tagihan Rp 1,9 Juta
Ia terlihat melepas kacamata. Tangannya mengusap kedua matanya yang basah.
Meskipun menahan rindu, selama sepuluh tahun Martini mencoba tegar.
"Saya sampai sekarang belum berani untuk mengatakan Denny sudah meninggal," ujar dia.
Dijadikan ABK
Martini menceritakan, saat pergi untuk PKL, Denny belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) karena masih berusia 16 tahun.
Namun, pihak sekolah meminta siswa laki-laki kelas dua berjumlah 54 siswa yang akan berangkat PKL ke Bali untuk melengkapi berkas administrasi. Salah satunya KTP.
"Saya akhirnya mengurus KTP untuk Denny. Tapi tidak bisa karena anak saya masih 16 tahun. Akhirnya saya ke kelurahan. Saya minta KTP sementara untuk pegangan," terangnya.