Yeti (37), istri Jujun, mengatakan sang suami membeli sendiri bahan-bahan untuk merakit helikopter.
Biasanya bahan tersebut dibeli pada hari Sabtu selepas Jujun kerja.
Baca: Jujun Junaedi Biasanya Manfaatkan Waktu Usai Pulang Kerja Atau Hari Libur Untuk Buat Helikopter
"Bahan-bahannya itu semua beli sendiri. Kadang nyewa mesin (untuk membantu merakit) dari tempat kerjanya," ujar Yeti, ketika ditemui Tribunnews.com, Rabu (20/11/2019).
Demikian juga ketika membawa bahan-bahan untuk membuat Helikopter, Jujun jarang meminta bantuan orang lain.
Hanya sekali waktu ketika Jujun harus membawa sebuah pipa besar.
Biasanya, kata Yeti, sang suami mengikatkan bahan yang dibelinya pada kendaraan roda dua yang dikendarainya secara bertahap.
Baca: Psikolog: Aksi Teror Sperma di Tasikmalaya Disebabkan Pelaku Telat Memiliki Pasangan
"Bawanya nggak langsung gitu. 1 hari beberapa batang (besi). Setiap hari dibawa pakai motor saja, ditaruh dipinggir, diiket. Kan nanti dirangkai dan dilas disini," kata dia.
"Selama ini bawa sendiri. Paling pernah satu kali, itu bawa pipa kayaknya berat, nyampe malam, itu berdua bawanya. Kalau yang ringan biasa itu sendiri," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia mengaku tak terlalu mengetahui dimana sang suami membeli bahan untuk merakit helikopter tersebut.
Begitu pula dengan cara membuat helikopter.
"Kalau soal mesin saya nggak tahu ya beli dimana atau buatnya gimana," katanya.
Baca: Pelaku Pelemparan Sperma di Tasikmalaya ternyata Pernah Kepergok Intip Wanita Mandi
Sekadar informasi, jalan setapak yang berliku dan hanya bisa dilewati satu motor akan menghadang langkah masyarakat yang ingin menengok helikopter buatan Jujun Junaedi (42).
Jujun merupakan pria lulusan STM yang membuat helikopter di halaman rumahnya, di Kampung Cibubuay, RT 3 RW 1, Desa Darmareja, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Tribunnews.com mencoba menilik helikopter buatan Jujun di kediamannya, Rabu (20/11/2019).
Setelah tiba di Desa Darmareja, terdapat satu jalan setapak yang berukuran tidak terlalu lebar.
Kira-kira hanya dapat dilewati satu sepeda motor atau dua orang dewasa yang berjalan berdampingan.
Awalnya, terdapat jalan setapak yang menurun.
Ujung jari kaki terasa sedikit berat lantaran harus menahan berat tubuh yang miring akibat curamnya jalan.
Sawah, ladang, dan pepohonan rimbun menjadi pemandangan di jalanan tersebut ketika menengok ke kiri dan kanan.
Suara serangga terdengar bersahutan menemani perjalanan menuju rumah Jujun.
Baca: Pelaku Teror Sperma di Tasikmalaya Lempar Serta Colekan Sperma ke Tangan dan Pipi Korban
Tak lama, terdapat jembatan di atas sungai yang tampak tidak begitu melimpah airnya.
Jembatan tersebut terlindungi dari sinar matahari karena tertutup pepohonan.
Selepasnya, tanjakan menanti Tribunnews.com.
Untuk menelusuri tanjakan tersebut butuh waktu sekira 2-3 menit yang membuat nafas lumayan cukup tersengal.
Nafas kembali bisa diatur setelah mencapai PAUD Kelompok Bermain Al-Ikhlas.
Jalan di area tersebut cukup datar.
Namun, hingga titik itu Tribunnews.com baru menyelesaikan setengah perjalanan.
Setelahnya, kita hanya perlu mengikuti jalanan yang terlihat tidak rata, karena bekas coran yang telah rusak.
Beberapa kali terlihat rumah warga di sekitar jalan setapak tersebut.
Meski tak banyak, tapi tetap ada warga yang melintas dengan berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan roda dua.
Kurang lebih 15 menit kemudian, barulah Tribunnews.com tiba di kediaman Jujun.
Perjalanan dapat ditempuh lebih singkat jika menggunakan sepeda motor.
Waktu tempuh hanya sekira menjadi 4-5 menit.
Saat meninggalkan lokasi, Tribunnews.com sempat mencoba menggunakan motor matic.
Namun, bersiaplah untuk merasakan sensasi off-road.
Pantat akan terasa pegal menghadapi jalanan yang tak rata.
Belum lagi, apabila berpapasan dengan motor lain.
Mau tak mau harus ada salah satu motor yang mengalah untuk memiringkan kendaraannya ke arah sawah.