TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Terpidana Rachmat Slamet Santoso tidak mengajukan banding terhadap vonis 12 tahun penjara dan tiga tahun kebiri kimia.
Bahkan, selama persidangan dari awal hingga vonis terdakwa tanpa didampingi pengacara.
Hal ini dibenarkan oleh juru bicara Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Sigit Sutriono mengatakan bahwa terpidana menolak didampingi oleh pengacara negara.
"Pengacara negara itu sudah ditawarkan sejak awal persidangan.
Akan tetapi yang bersangkutan nggak mau.
Baca: Presiden Harvard Club Indonesia Dukung Ricardo Pimpin Peradi
Baca: Mahkamah Agung Kenalkan Sistem Administrasi Perkara Secara Elektronik ke Anggota Peradi
Baca: Cinta Ditolak, Oknum Guru Honorer Penyuka Sesama Jenis di Tanjungpinang Ikat Korban dan Lakukan Ini
Baca: Komisi Pengawas Peradi Proses Pelanggaran Kode Etik Pengacara Penganiaya Hakim
Kalau sudah nggak mau ya sudah nggak ada kewajiban kami," katanya.
"Orang nggak mau kan nggak bisa dipaksa mas," tambah Sigit.
Sementara itu, humas DPC Peradi Surabaya, Elok Dwi Katja yang juga seorang lawyer turut menanggapi hal ini.
Dia mengaku secara prosedural seharusnya terdakwa dengan ancaman 15 tahun harus didampingi seorang pengacara.
"Berarti kalau tidak bersikap (banding) si terpidana ini menerima vonis yang dijatuhkan.
Dalam undang-undang bila si klien ini menolak untuk didampingi pengacara ya nggak bisa maksa," terang Elok saat dikonfirmasi, Selasa, (26/11/2019).
Lagipula, meski didampingi pengacara penyidikan terhadap tersangka tetap sah dalam ketentuan di KUHAP.
Lebih lanjut dikatakan Elok, dia sejatinya setuju perihal vonis kebiri kimia ini.
Akan tetapi tidak menghilangkan nafsu si pelaku karena yang dieksekusi hanya penyalurannya saja.