"Saya kira ini perlu kehati-hatian, kalau misalnya Pak Jokowi selama ini orangnya menjaga etik, maka saya kira kehati-hatian memberikan pengaruh yang baik," lanjutnya.
Politisi PKS ini mengatakan Gibran dan Bobby mempunyai hak untuk maju sebagai bakal calon wali kota di Pilkada 2020 nanti.
Asalkan, menurut Pipin, keduanya memang memiliki integritas, kapasitas, dan pengalaman untuk maju ke dunia politik.
"Saya setuju kalau ini memang hak, setiap orang boleh dipilih masuk dalam pencalonan," katanya.
"Tapi kalau dia punya integritas, kapasitas, punya pengalaman, kemudian dia tidak menghalalkan segala cara dalam setiap konstetasi itu, saya kira silakan," jelas Pipin.
Menanggapi pernyataan Pipin itu, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Deddy Sitorus membantahnya.
"Saya kira itu tuduhan tak berdasar," ujar Deddy Sitorus.
Menurutnya, PDI-P mempunyai peraturan untuk penjaringan setiap calon kepala daerah yang akan diusung.
"PDI Perjuangan punya mekanisme, untuk menentukan calon itu ada prosesnya, ada proses penjaringan dari bawah," jelasnya.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, majunya Gibran dan Bobby tersebut menimbulkan tudingan nepotisme, yang awalnya dimunculkan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Ramainya Gibran dan Bobby ini kan karena ada tudingan nepotisme dari anggota DPR dari PKS," ujar Qodari di Studio Menara Kompas, Rabu (4/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Namun Qodari menyebut pengertian dari definisi nepotisme adalah memilih seseorang tidak berdasarkan kemampuannya.
"Tergantung definisi nepotisme itu apa, salah satu definisi yang diterima secara umum adalah memilih di luar kemampuannya," katanya.
"Sebetulnya nepotisme ini kelihatan kepada jabatan yang ditunjuk," lanjutnya.