News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Terjadi Salah Persepsi, SKM Tidak Untuk Diminum

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Susu Kental Manis

TRIBUNEWS.COM, BALI - Wakil Ketua IV Pimpinan Pusat Muslimat NU, Hj. Aniroh Slamet Yusuf, mengatakan bahwa selama ini terjadi salah perspesi di masyarakat terkait penggunaan susu kental manis (SKM).

Susu kental manis tidak untuk dikonsumsi sebagai minuman, apalagi untuk anak, karena sejatinya susu kental manis adalah toping atau pirasa makanan.

“Konsumsi SKM yang salah telah menimbulkan korban gizi buruk di Batam dan Kendari”, lanjut Aniroh Slamet Yusuf pada acara Edukasi Gizi untuk Menyikapi Iklan Pangan Menyesatkan dalam Upaya Melindungi & Mewujudkan Generasi Sehat, Indonesia Unggul yang diselenggarakan PP Muslimat bekerjasama dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) di Bali belum lama ini.

Senada dengan Aniroh, Ketua harian YAICI, Arif Hidayat, SE. MM, mengatakan bahwa pembangunan persepsi yang salah ini telah berlangsung berpuluh-puluh tahun sehingga masyarakat masih terus mengkonsumsi SKM sebagai minuman pengganti susu pada balita mereka.

Arif menghimbau pemerintah, terutama Badan Pengolahan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menengakan aturan terkait produk SKM dan cara produsen beriklan di media.

Baca: Kemenperin Tegaskan Produk Susu Kental Manis Tidak Boleh Dilarang

“Kami menghimbau pemerintah untuk melarang pemberian SKM bagi anak dibawah 3 tahun, bukan bayi dibawah 12 bulan seperti sekarang ini, karena anak dibawah 3 tahun rentan terhadap konsumsi gula berlebih sebagaimana yang selama ini direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Indonesia”, ujar Arif.

“Kami juga mendesak pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap penerapan peraturan Kepala BPOM nomor 31 tahun 2018, agar produsen tidak mengiklankan SKM sebagai minuman berenergi yang dapat dikonsumsi secara tunggal. SKM tidak boleh dikonsumsi sebagai minuman yang diseduh dengan air seperti yang selama ini terus berlangsung”.

Penyataan PP Muslimat dan Yaici ini juga dibenarkan oleh Dian Nardiani SKM MPH, Kepala Bidang Kesehatan masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang menyatakan Susu Kental Manis bukanlah susu tetapi toping.

Terkait persepsi masyarakat terhadap susu kental manis, YAICI pada tahun 2018 dan 2019 telah melakukan penelitian 12 kabupaten dan pemerintah kota di 6 provinsi, yaitu Kepulauan Riau, Sulawesi Tenggara, sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Utara dan Kalimantan Tengah.

Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah tingginya persentasi responden yang menganggap bahwa SKM adalah susu yag bisa dikonsumsi oleh balita mereka.

Baca: Ternyata Susu Kental Manis Disebut BPOM Mengandung Susu

Selain itu, penelitian 2018 menemukan 4 kasus gizi buruk pada anak rentang usia 0 – 23 bulan yang disebabkan oleh konsumsi susu kental manis sejak bayi di Batam, Kendari dan Sulawesi Selatan.

Satu orang diantaranya meninggal pada usia 10 bulan. Diketahui, orang tua memberikan susu kental manis untuk anak karena beranggapan produk tersebut adalah susu yang dapat memenuhi gizi anak, harga yang ekonomis dan kemasan iklan yang menampilkan susu kental manis sebagai minuman susu.

Iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap anak.

“Sebanyak 37% responden beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu, bukan topping, dan 73% responden mengetahui informasi susu kental manis sebagai susu dari iklan televisi. Betapa televisi menjadi konsumsi harian masyarakat berpengaruh terhadap pembentukan persepsi,” kata Arif Hidayat.

Iklan sebagai promosi produk yang ditayangkan berulang yang akhirnya akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk yang diiklankan.

Salah satu contohnya adalah susu kental manis, selama ini diiklankan sebagai susu, maka hingga hari ini masih ada masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis sebagai susu, meskipun BPOM telah melarang.

Arif menjelaskan pengaturan tentang iklan susu kental manis semula telah diatur melalui Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 yang tentang “Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018.

Baca: Mengapa Iklan Susu Kental Manis Selama Ini Tidak Ada yang Tegas Menindak?

Pada dasarnya, pasal-pasal dalam surat edaran tersebut telah mengaur dengan jelas tentang iklan susu kental manis agar tidak lagi mengakibatkan kesalahan persepsi pada masyarakat.

“Kami concern pada point no 3 yang berbunyi ‘dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/ atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman’, point ini cukup jelas dan tegas menyebutkan bahwa susu kental manis tidak boleh disajikan dalam bentuk minuman,” jelas Arif.

Sayangnya, saat BPOM mengukuhkan ke dalam PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan , pada pasal 67 point w menyebutkan “larangan mencantumkan pernyataan/visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi,”.

“Kami menyayangkan sikap BPOM yang tidak konsisten pada kedua peraturan di atas. Pada surat edaran jelas disebutkan bahwa tidak boleh menggunakan visualisasi dengan cara diseduh. Sementara pada PerBPOM, larangan tersebut dihilangkan. Oleh karena itu kami mempertanyakan sikap BPOM,” jelas Arif Hidayat.

Pembicara lain dari BPOM, Ahli muda pengawas farmasi dan makanan, Budiastuti Arieswati, S Si Apt., Mkes mengatakan aturan tentang susu kental manis ini telah diatur dalam Perka BPOM no 31/2018 tentang label pangan olahan. “Jadi ibu2 harus teliti, SKM tidak boleh dikonsumsi untuk bayi dan tidak untuk diminum”, ujar Budiastuti.

Ketua Pengurus Wilayah Muslimat Provinsi Bali Dra Hj Ani Haniah MA, mengatakan agama islam telah mengajarkan bagaimana orang tua memberikan makanan bagi anak-anaknya, kita karena itu akan membentuk karakter kita. Selain halal, kita juga perlu melihat apakah makanan yang kita konsumsi juga harus baik. Susu kental manis kandungan gulanya sangat tinggi, jadi tidak sehat. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana kita mengubah pola kebiasaan konsumsi kita selama ini”

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini