Tanpa pernah absen, Tini hadir mulai dari sidang pertama yang digelar pada 1 Oktober 2019 hingga sidang putusan, Kamis 2 Januari 2020.
Tidak ada bantuan dari siapapun, dia berangkat menggunakan angkutan umum dari rumahnya di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Banjarnegara.
Jarak rumahnya ke Pengadilan Negeri Banyumas sekira 18 kilometer.
Ternyata Deni Priyanto adalah anak semata wayangnya.
Hari ini Tini berangkat dari rumah pukul 07.30 WIB, karena sidang putusan dimulai pukul 10.00 WIB.
Dia awalnya hanya mendapat surat panggilan dari pengadilan.
Sejak saat itu, dia mulai mengikuti seluruh persidangan sampai selesai.
Tini sengaja mengikuti persidangan sampai selesai karena memang sejak berita mutilasi muncul Tini tidak mengetahui detailnya.
Mbah Tini kaget bahwa anaknya tersebut melakukan pembunuhan dan mutilasi.
Sebab menurutnya, Deni adalah anak yang dia kenal berperilaku baik.
Menurutnya Deni adalah anak yang tidak main judi maupun minum-minuman keras.
Yang bisa dilakukan Tini saat ini hanyalah
Hal itu ia lakukan dalam bentuk selalu salat Tahajud dan Dhuha.
Tidak ketinggalan pula selalu tahlilan dan membaca doa-doa agar anaknya itu selalu diberi ketabahan.
"Semoga Gusti Allah meringankannya," katanya.
Boleh dikatakan puncak dari kesedihannya adalah hari ini, Kamis (2/1/2020).
Terpukul sudah pasti, bagaimana tidak anaknya yang dia besarkan sejak kecil harus menerima nasib hukuman mati Pengadilan Negeri Banyumas.
Setelah mengetahui hasil putusan, Mbah Tini langsung keluar ruangan dan melihat anaknya masuk kembali ke mobil tahanan.
Tini hanya bisa melihat dari jauh tanpa bisa menyapa apalagi memeluk karena anaknya itu langsung masuk ke mobil tahanan.
Air mata yang jatuh di pipi, doa yang dipanjatkan adalah bukti ketabahan seorang ibu.
Mbah Tini dapat menerima lapang dada apa yang sudah menjadi keputusan hakim.
"Semoga hukumannya diringankan, saya hanya bisa tabah dan pasrah kepada Allah," pungkasnya. (Tribunjateng/jti)