Prosesi pengukuhan itu sekaligus memperingati 1.000 tahun masa keemasan Dinasti Sanjaya.
Baca: Himpun Dana, Polisi Menjerat Raja dan Permaisuri Keraton Agung Sejagat dengan Pasal Penipuan
Baca: Kanjeng Ratu Dyah Gitarja Diam-diam Punya Bisnis Salon Kecantikan dan Kuliner Angkringan
Prosesi kirab diawali dengan ritual pengambilan air suci di tuk Bimalukar Desa Dieng Wetan.
Ratusan peserta lantas mengarak gunungan dari tuk Bimalukar menuju komplek candi Arjuna dengan berjalan kaki.
Alunan musik khas mengiringi perjalanan mereka ke candi.
Di sana, panitia acara telah menyiapkan panggung lengkap dengan penerangan dan sound system untuk pengukuhan sang raja.
Menariknya, penyiar (announcer) acara itu menggunakan dua bahasa (bilingual), Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
"Warga juga ada yang menyaksikan, cuma nggak sampai selesai," katanya.
Aryadi mengatakan, ia sempat merasa janggal dengan pakaian yang mereka kenakan.
Ia mulanya membayangkan peserta acara itu akan mengenakan pakaian adat Jawa seperti umumnya peserta gelaran budaya.
Ia tak menyangka desain pakaian yang mereka kenakan lain dari biasa.
Selebihnya ia tak menemukan keanehan berarti dalam prosesi yang mereka jalani.
Mereka bahkan berdoa untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Mereka juga menyanyikan lagu mars yang syair dan pesan di dalamnya cukup bagus.
Mereka mempercayai akan datang masa keemasan kembali seperti zaman kerajaan dulu.
Acara itu berlangsung hingga dini hari.
Pasangan yang mengaku sebagai raja dan ratu itu juga pernah mengadakan acara di Tuk Bimalukar Dieng.
Ini terungkap dari foto yang beredar luas di media sosial.
Dalam foto itu, tampak Toto dan Dyah duduk bersanding layaknya raja dan ratu di Tuk Bimalukar, Desa Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.
Di hadapannya, terlihat banyak orang dengan pakaian ala kerajaan duduk di tempat lebih rendah.
Sekda Wonosobo One Andang Wardoyo tak mengetahui perihal kegiatan itu.
Pasalnya, kegiatan di Tuk Bimalukar itu tanpa izin ke Pemerintah Kabupaten Wonosobo.
Ia pun lantas menelusuri kebenaran informasi itu ke stafnya.
Benar saja, kegiatan itu ternyata pernah dilaksanakan di Tuk Bimalukar Dieng tanpa izin ke Pemkab Wonosobo.
"Itu tidak izin ke Pemkab," katanya.
Andang mengatakan, komplek sumber mata air yang menjadi hulu Sungai Serayu itu memang diperbolehkan untuk tempat kegiatan masyarakat.
Biasanya, kegiatan di Tuk Bimalukar bernafas budaya semisal ruwatan atau pengambilan mata air suci.
Sepanjang kegiatan budaya itu positif dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku, pihaknya akan mengizinkan kelompok masyarakat yang mengadakannya. (gum)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Wawancara Eksklusif Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat, Alasan Pilih Lokasi Istana di Purworejo