Ia menerangkan, gempa tersebut diawali dengan gempa pendahuluan, selanjutnya terjadi gempa utama, dan kemudian diikuti gempa susulan.
Menurut Daryono, sebelum terjadi gempa utama (mainshock) bermagnitudo 5,1 pada Selasa pukul 17.18.04 WIB, telah terjadi aktivitas gempa pendahuluan (foreshock) bermagnitudo 3,1 pada pukul 17.09 WIB.
Setelah terjadi gempa utama, selanjutnya diikuti gempa susulan (aftershock) bermagnitudo 2,4 pada pukul 18.06 WIB.
Daryono menuturkan, ada sejumlah pembelajaran yang dapat diambil dari kasus gempa Sukabumi ini.
"Pertama, di wilayah Indonesia ternyata masih banyak sebaran sesar aktif yang belum teridentifikasi dan terpetakan strukturnya dengan baik.
Identifikasi dan pemetaan sesar aktif ini sangat penting untuk kajian mitigasi dan perencanaan wilayah," terangnya.
Kedua, Daryono menambahkan, mewujudkan bangunan tahan gempa menjadi hal yang penting.
"Ini penting karena banyaknya korban sebenarnya bukan disebabkan oleh gempa, tetapi timbul korban akibat bangunan roboh dan menimpa penghuninya," kata Daryono.
"Membuat bangunan rumah tembok asal bangun tanpa besi tulangan atau dengan besi tulangan dengan kualitas yang tidak standar justru akan menjadikan penghuninya sebagai korban jika terjadi gempa," sambungnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)