"Kita khawatirnya itu. Kita tidak mendoakan diri kita terinfeksi, tapi kita cuma takut membawa dari bandara, sebab kita ketemu jutaan orang di sana," tegas Yogi Arman.
Baca: Manfaat Minuman Isotonik Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Yogi Arman betul-betul sebisa mungkin kembali ke kampung halaman tidak memberikan penyakit buat orang lain.
"Kalau masih muda, antibodi masih kuat. Kalau sudah tua, rentan. Orang tua sih gak tega kalau saya isolasi," ucap Yogi Arman.
Yogi Arman mengatakan, hampir satu tahun ia tidak pulang kampung.
Selama isolasi di gubuk tengah sawah, aktivitas yang Yogi Arman lakukan berjemur tiap pagi.
Ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk istirahat.
"Kondisi capek balik dari Bogor, makanya banyak istirahat. Mau kerja tidak dibolehin," tutur Yogi Arman.
Yogi Arman mengaku sudah bertemu dengan orang tuanya, namun masih menerapkan physical distancing.
"Ketemu udah, tapi jauh jaraknya. Jaga jarak doang, hampir 5 meter. Biasanya orang tua nganterin makanan, minuman, pokoknya nganterin bekal. Gak ada obrolan khusus, hanya seputar kehidupan di Bogor," jelas Yogi Arman.
Yogi Arman menyatakan, rindu kedua orang tua itu pasti, karena sudah setahun tidak bertemu.
Yang paling dirindukan itu, ngumpul bareng keluarga.
Namun, kata dia, seharusnya rindu tidak jadi masalah lagi, soalnya ia merantau sudah sejak lama.
Di tengah sawah, kata Yogi Arman, banyak pondok. Bahkan tiap sawah ada pondoknya.
Tapi yang lebih dekat dengan sumber air dan listriknya masuk, pondok yang ia tempati sekarang ini.
Luasnya 4x8 meter. Dindingnya kayu, seperti rumah panggung tapi lebih rendah. Kondisi kayu masih awet.
Baca: Pakar Hukum Tenaga Kerja Sebut Omnibus Law Cipta Kerja Picu PHK Massal
"Enakan tinggal di sini (pondok) daripada di rumah, adem, pemandangannya bagus. Nggak bosan sih, karena udah lama gak ketemu sawah, ketemu bangunan mulu di Bogor," tukas anak dari Guru SD ini.
Biasanya selain berjemur, Yogi Arman juga jalan-jalan keliling sawah, mengambil kelapa muda.
Selama di kampung, Yogi Arman belum intens bertemu teman-temannya, jika pun ada ngobrolnya jarak jauh.
Usai isolasi mandiri selama 14 hari, Yogi Arman berencana akan memeriksakan kesehatannya ke puskesmas terdekat.
Ia mengatakan hal itu ia lakukan hanya untuk memastikan kondisinya baik-baik saja.
Jika dokter mengatakan, kondisinya sehat dan tidak ada gejala covid-19, ia akan langsung pulang ke rumahnya dan bertemu keluarganya.
"Di kampung tidak ada rapid test atau swab, jika dokter bilang gak ada gejala, ya udah balik ke rumah aja," imbuh Yogi Arman.
Sejauh ini, ungkap Yogi Arman, penerimaan warga cukup baik dan bahkan ia diapresiasi.
Namun, masyarakat Sumbar, katanya cukup membandel. Bahkan kurang menghiraukan dan mengindahkan imbauan pemerintah.
Menurutnya, hal itu tergantung pemerintah.
"Kalau di Pasaman, pengecekan keluar masuk masih bebas, gak ada yang check point."
"Kalau di Padang Panjang ada, orang yang datang itu ditanya. Pasaman gak ada, langsung masuk. Kita gak tau orang darimana datangnya, mau kemana, riwayat perjalananya," ungkap Yogi Arman.
Yogi Arman berpesan kepada anak rantau, jika masih ada uang bertahan dulu di rantau. Kalau sudah tidak bisa lagi bertahan, pulang saja.
Asalkan, sadar diri dan melakukan isolasi mandiri di rumah.
"Kita gak tahu, kita bawa (virus) atau tidak. Virus itu gak bisa dilihat dengan mata," tutup Yogi Arman.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunpadang.com dengan judul Kisah Yogi, Pemuda Pasaman yang Pilih Isolasi Diri di Gubuk Tengah Sawah Sepulang dari Bogor