Karena pengelolaannya dilakukan oleh BUMD maka biaya yang dikenakan ke operator juga harga keekonomian.
Jika Indonesia menginginkan terwujudnya e-government, smart city maupun e-learning, menurut Arif sudah seharusnya pemerintah pusat dan daerah memberikan karpet merah kepada operator.
Dengan tidak memberikan beban tambahan. ditambah dengan kemudahan dalam membuat perizinan di daerah, membuat operator telekomunikasi mendapatkan kepastian berinvestasi.
Dengan kepastian tersebut operator juga dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat di Surabaya dan Jakarta.
Akibat pandemi, lanjut Arif, beban operasional penyelenggara jaringan dan operator telekomunikasi mengalami peningkatan yang signifikan.
Meski trafik data mengalami kenaikkan, namun saat ini banyak anggota APJATEL dan penyelenggara telekomonikasi mengalami tekanan. Beban operasional operator telekomunikasi seperti membayar bandwidth mengalami kenaikkan yang signifikan.
Sementara harga layanan internet tak berubah.
“Pada masa PSBB kemarin mayoritas penyelenggara jaringan telekomunikasi terdampak. Work from home dan distance learning membuat sebagian besar operator penyelenggara jasa telekomunikasi menghentikan kegiatannya. Sebab sekolah dan tempat komersial berhenti beroperasi. Karena berhenti beroperasi penggunaan internet juga tak ada,” ujar Arif.
Beberapa waktu yang lalu, APJATEL, APJII dan ATSI telah mengirimkan surat kepada Menkominfo dan Menteri Keuangan agar dapat diberikan insentif semasa pandemik.
Karena terdampak pandemik, APJATEL berharap kepada pemerintah daerah yang mengatur penggunaan utilitas publik untuk tidak memperberat operator telekomunikasi yang tengah menghadapi masa sulit.
“Jika beban operasional kami mengalami kenaikan akibat regulasi, ujung-ujungnya masyarakat yang akan terkena dampaknya. Kami mengharapkan pemerintah pusat dapat segera turun membenahi regulasi yang ada di daerah,” pungkas Arif.