Dia mengharapkan semua pihak untuk bersama-sama sehingga memastikan pengelolaan Sumber Daya Alam di Maluku dapat berjalan baik.
“Bagaimanapun kesejahteraan rakyat itu yang paling penting,” tegasnya.
Jeffrey Malaiholo mengatakan, sebenarnya investor pergi dan tinggal itu merupakan hal biasa dalam bisnis Migas.
Namun, Jeffrey mengingatkan, kalau Shell benar-benar pergi, dapat saja digantikan perusahaan lain. Bahkan, katanya, pemerintah memiliki kemampuan untuk membuat skema pembiayaan.
Untuk itu, kata Jeffrey, keinginan Shell buakn sesuatu yang harus dikhawatirkan karena banyak pihak yang mungkin mau menggantikan posisinya. “Pemerintah dapat buat skema pembiayaan. Jadi jangan terlalu khawatir,” tegasnya.
Sementara itu, Yoga Suprapto menegaskan, tidak ada hubungan hengkangnya Shell antara skema darat atau laut, karena lebih didasarkan pada problematika Prelude FLNG dan situasi pasar LNG dan lesunya ekonomi Dunia 5 – 10 Tahun mendatang.
Menurutnya, hengkangnya Shell karena kerugian dan masalah FLNG Prelude, persaingan antara proyek LNG dan ekonomi dunia menuju resesi karena Covid-19.
Bahkan, Yoga mengatakan, Shell harus berterima kasih karena kilang dipindahkan ke darat, karena Indonesia menyelamatkan dari potensi kerugian US$ 10 Milyar, dan berbagai masalah teknis di Prelude FLNG.
“Shell sebenarnya faktor penting dalam pengelolaan Blok Masela dalam pendanaan, penjamin, dan pengalaman di LNG. Tetapi, tanpa Shell bukan berarti kiamat. Indonesia memiliki pengalaman LNG darat dan memiliki dukungan SDM. Indonesia memiliki kemampuan. Bahkan, Inpex-Indonesia juga dapat saja mengelola Blok Masela. Saya yakin, kalau Shell pergi akan ada pengganti dan setara,” tegas Yoga yang berpengalaman dalam pengelolaan LNG darat ini.
Haposan Napitupulu mengatakan, sebenarnya hal biasa saja pengganti mitra dalam industri hulu Migas. Namun, pemindahan ke darat itu sudah tepat, karena akan memberikan pengaruh ekonomi bagi kawasan.
“Keberadaan Blok Masela itu juga dapat menjadi penggerak ekonomi kawasan di Maluku. Blok Masela ini merupakan temuan cadangan gas terbesar di Asia Tenggara dalam dua puluh tahun terakhir,” kata Haposan.
Haposan menjelaskan, keberadaan gas Masela harus digunakan untuk menghidupkan industri dalam negeri, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang luas.
Dia mencontohkan, ekspor gas ke negera tetangga, justru menghidupkan industri di negara tetangga dan semua produk hasil olahan gas itu dijual kembali ke Indonesia.
Haposan juga menjelaskan beragam industri yang dihasilkan dari industri gas, yang dapat dikembangkan di dalam negeri.