Sementara itu, Ridwan Nyak Baik melihat sikap Shell itu merupakan bentuk retorika yang selalu dilakukan berulang kali ketika merespon persoalan di Blok Masela.
Ridwan mencatat setidaknya ada beberapa kali Shell berniat hengkang, tapi juga tidak hengkang sampai saat ini.
“Saya lihat ini hanya taktik retorika belaka, karena sudah sering dilakukan seperti ini.
Menurut Ridwan, sikap Shell ini merupakan “lagu lama” yang sering diulang, tetapi sesungguhnya hanya berniat untuk menaikkan bargaining position dalam bernegosiasi.
“Saya sendiri melihat Shell tidak serius untuk mundur dari LNG Abadi. Jadi jangan pedulikan Shell, karena itu hanya retorika semata,” tegasnya.
Sosiolog Unpatti, Paulus Koritelu menyoroti persoalan sosial akibat tidak adanya transparansi dalam pengadaan lahan di lokasi kilang darat.
Menurutnya, ketidaktahuan masyarakat dimanfaatkan untuk memborong tanah rakyat, kemudian dijual kepada inpex dengan harga yang lebih tinggi.
Hal ini sangat disayangkan, karena sekecil apapun, sebenarnya tanah rakyat itu dapat diikutkan sebagai saham, sehingga tanah masyarakat tidak akan hilang di masa mendatang.
Dia mengingatkan, adanya hubungan yang sangat kuat antara tanah dan rakyat di Maluku Tenggara.
Menurutnya, ada sejumlah persoalan yang butuh perhatian serius, sehingga masalah yang ada tidak berlarut-larut. Tetapi, tidak boleh rakyat dirugikan dengan membeli tanah dengan harga yang sangat murah.
“Berkali lipat dari harga NJOP sekalipun tidak akan mampu menggantikan kehilangan tanah bagi generasi mendatang,” tegasnya.
Webinar ini diikuti berbagai kalangan, seperti akademisi, pemuda, aktivivis, mahasiswa, wartawan, tokoh masyarakat dan tokoh agama dan praktisi Migas.
Webinar dengan menghadirkan praktisi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peserta, sehingga berlangsung dalam beberapa jam.(*)