Sementara itu ada seorang suudagar dan pengusaha kaya raya asal Aceh yang juga tercatat namanya dalam daftar penyumbang emas untuk Pemerintah RI.
Pengusaha asal Aceh itu bernama Teuku Markam, yang rela menyumbang sampai 28 kilogram emas saat awal pembangunan Monas.
Monas dibangun tahun 1961 dan dalam sejarahnya merupakan proyek kebanggaan Presiden Soekarno. Pembangunan Tugu Nasional ini dimaksudkan demi kebesaran Bangsa Indonesia. Saat itu selain Monas, Soekarno juga membangun proyek-proyek mercusuar seperti Hotel Indonesia, pusat perbelanjaan Sarinah, hingga Gelora Olahraga Senayan (GBK).
Baca: Berlaku hingga 31 Desember, Etihad Berikan Asuransi Covid-19 Gratis untuk Penumpangnya
Diberitakan Harian Kompas, 17 April 2019, Pembangunan Monas bahkan sempat terbengkalai pada 1966-1972 karena pasang surut politik setelah peralihan kekuasaan ke rezim Orde Baru. Pada 1972, tercatat total biaya pembangunan Tugu Monas mencapai Rp 358.328.107,57.
Anggaran yang cukup besar untuk proyek Monas memaksa Soekarno mencari para dermawan dari penjuru Tanah Air. Salah satu bagian paling menarik dari Monas adalah emasnya yang berbobot lebih 30 kilogram. Seorang pengusaha asal Aceh, Teuku Markam, rela menyumbang sampai 28 kilogram emas saat awal pembangunan Monas.
Pada puncak bangunan yang menjulang setinggi 132 meter, terdapat nyala obor yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dan dilapisi emas murni seberat 35 kilogram (yang kini menjadi 50 kilogram). Uang patungan proyek Monas lainnya berasal dari sumbangan wajib pengusaha bioskop dari seluruh pelosok Tanah Air.
Sepanjang November 1961-Januari 1962 tercatat 15 bioskop menyumbang Rp 49.193.200,01. Bioskop Parepare, Sulawesi Selatan, misalnya, menyumbang Rp 7.700,60; bioskop Watampone, Sulawesi Selatan, Rp 1.364,20; dan bioskop Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rp 884.528,85.
Teuku Markam merupakan keturunan Uleebalang yang lahir tahun 1925 di Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara dan dinamai Teuku Marhaban. Teuku Markam sendiri sudah lama dikenal sebagai pengusaha yang dekat dengan Soekarno. Dia pernah berdinas di militer sebelum kemudian banting setir menjadi saudagar karena merasa tak cocok dengan dinas militer.
Dalam perjalanannya sebagai pengusaha kaya raya di awal kelahiran Republik, Teuku Markam banyak terlibat dalam proyek pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa. Dia mendirikan perusahaan perdagangan bernama PT Markam. Markam juga tercatat sebagai eksportir pertama mobil Toyota hardtop dari Jepang.
Dengan berbagai macam bisnis itu ia bisa menjadi sangat kaya. Saking kayanya, Markam sempat membangun infrastruktur di aceh seperti membangun jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh dan Tapaktuan. Ia juga disebut-sebut memiliki beberapa dok kapal di Jakarta, Makassar, Medan dan Palembang.
Baca: Diancam Dibunuh, Bocah di Aceh Utara Terpaksa Pendam Aksi Bejat Ayah Tiri Selama Bertahun-tahun
Dalam sejumlah sumber disebutkan Monas diresmikan pada 12 Juli 1975. Namun, dari penelusuran pemberitaan dan dokumen, tak ada acara peresmian Monas. Kawasan Monas dibuka untuk umum melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin Nomor Cb.11/1/57/72 tanggal 18 Maret 1972.
Kubah anggun Masjid Istiqlal berdampingan dengan menara Katedral Jakarta menjadi latar belakang bagian barat Monas. Latar itu seakan membingkai semangat persatuan dalam Bhinneka Tunggal Ika, tepat di ruang pusat kekuasaan.
Selain menyumbang emas, Teuku Markam juga ikut andil dalam pembebasan lahan Senayan untuk menjadi pusat olah raga. Ia juga ikut membiayai berbagai macam yang terkait dalam melepaskan Indonesia dari penjajahan Belanda, serta ikut mensukseskan KTT Asia Afrika.
Namun karena kedekatannya dengan Soekarno pula yang membuat nasibnya berubah drastis di era Presiden Soeharto. Markam diciduk dan dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia juga dianggap sebagai kaum penyembah Soekarno dan akhirnya Teuku Markam dijebloskan ke penjara pada tahun 1966.