"Kita bisa pastikan korban ini mengalami salah tangkap aparat kepolisian yang telah mengalami tindakan penganiayaan, pengeroyokan dan tindakan pemukulan secara brutal dan membabi buta," kata Syamsumarlin saat konferensi pers.
Syamsumarlin mengatakan bahwa tindakan yang dialami oleh AM sangat tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia.
Baca: Cerita Mahasiswa Minta Restu Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja, Dapat Bekal Kecupan di Kening dari Mama
Untuk itu, selain melapor ke kepolisian, PBHI Sulsel juga akan menyurati Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Syamsumarlin mengatakan bahwa aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, dia juga menyebut aparat tidak mematuhi Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
"Korban ini sama sekali tidak terlibat dalam massa aksi tanggal 8 Oktober itu. Ini sangat kejam, bahkan korban tidak hanya mengalami kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan verbal yang dialami yang perkataan sangat tidak wajar dilontarkan aparat kepolisian," kata Syamsumarlin.
Kompas.com telah mencoba mengonfirmasi pihak Polda Sulsel terkait dugaan salah tangkap tersebut.
Namun Kepala Bidang Humas Polda Sulsel belum merespons pertanyaan yang diajukan wartawan.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Ibrahim Tompo belum membalas pesan singkat yang dikirim oleh wartawan Kompas.com.
(Kompas.com: Kontributor Makassar, Himawan)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dikira Pedemo, Dosen di Makassar Diduga Dianiaya Polisi hingga Babak Belur"