Para imigran kemudian disatukan di sebuah pondok pinggir pantai.
Baca juga: 20 Wanita Rohingya Diduga Hendak Diselundupkan, Ditemukan di 3 Lokasi Berbeda Wilayah Lhokseumawe
Tujuh Bulan Terombang-ambing di Laut
Informasi sementara yang diperoleh Serambi dari pihak Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), para imigran tersebut telah tujuh bulan terombang-ambing di lautan sebelum akhirnya mencapai daratan Aceh.
Konflik berdemensi agama yang terjadi di negaranya, Myanmar, memaksa etnis muslim Rohingya bermigrasi membelah lautan menggunakan kapal kayu sederhana tanpa jelas arah dan tujuan.
Ini merupakan yang kedua kalinya di tahun ini mereka terdampar di Aceh.
Sebelumnya, pada Juni lalu ada sekitar 99 imigran Rohingya yang terdampar di perairan Aceh Utara.
Informasi yang berhasil dihimpun Serambi, kapal pengangkut imigran tersebut awalnya terdeteksi warga saat masih berada sekitar 1 mil dari bibir pantai.
Kapal terus bergerak mendekat dan akhirnya merapat ke pantai. Beberapa orang terlihat melompar dari atas kapal. Warga pun mulai berdatangan, membantu menurunkan penumpang kapal.
Mereka kemudian dikumpulkan di sebuah pondok dekat pantai.
Kabar terdamparnya para imigran tersebut tersiar cepat, sehingga warga setempat ramai berdatangan sembari membawa bantuan berupa roti dan air minum.
Polisi kemudian memasang police line di sekitar lokasi dan selanjutnya bersama warga melakukan pendataan.
Dari hasil pendataan, diketahui total jumlah imigran yang terdampar mencapai 296 orang. Terdiri dari pria dewasa sebanyak 100 orang, anak-anak 14 orang, dan wanita dewasa 181 orang.
Mereka diistirahatkan di pondok tersebut hingga pagi sebelum akhirnya dipindahkan ke gedung Balai Latihan Kerja (BLK) kawasan Kandang, Lhokseumawe, bergabung bersama para imigran Rohingya yang tiba sebelumnya.
Begitu tiba di BLK, mereka kembali didata dan selanjut dilakukan rapid test untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi Covid-19.