Bahkan EAS juga pernah mendapat makanan yang dicampur kotoran kucing karena belum sempat membuang kotoran kucing peliharaan majikannya.
"Majikan saya bilang, itu ada kotoran kucing kok enggak dibuang. Terus saya bilang, iya nanti saya buang. Terus dia bilang lagi, enggak usah nanti buat makan kamu. Saya pikir itu bercanda, ternyata beneran, saya dikasih makan sama kotorang kucing," ucapnya.
Selama 13 bulan bekerja, EAS mengaku hanya sekali mendapatkan gaji sebulan yakni Rp 1,5 juta.
Disebut Gangguan Jiwa
Beberapa waktu lalu, oleh sang majikan, EAS dibawa ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih, Surabaya. Sang majikan beralasan, EAS mengalami gangguan jiwa. Hal tersebut membuat EAS kecewa.
Ia juga mengatakan anaknya yang masih berusia 10 tahun masih berada di rumah majikannya. Untuk itu ia meminta agar sang anak dijemput dan dibawa kembali padanya.
"Anak masih ada di sana umur 10 tahun, cewek. Harapan saya, anak saya langsung dikeluarkan dari situ. Aku enggak mau anakku tinggal di situ lagi," harapnya.
Selain itu ia juga meminta hak-haknya diberikan dan ia mendapatkan keadilan.
Sementara itu Wakil Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya Anas Karno berjanji akan mengawal kasus tersebut sampai tuntas.
Hal itu disampaikan saat menjenguk EAS di Liponsos.
"Saya siap mengawal dan mendampingi kasus ini," tandasnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya AKBP Oki Ahadian membenarkan jika polisi telah menerima laporan mengenai dugaan penganiayaan ART tersebut.
"Saya akan dalami dan tindak lanjuti. Apabila benar, kami akan lakukan tindakan," bebernya.
Artikel ini telah tayang di TribunMadura.com dengan judul Sempat Mengelak Saat Disebut Menganiaya ART, Majikan di Surabaya Kini Ditetapkan Jadi Tersangka