"Mengajaknya susah awalnya, banyak dari keluarga yang tidak setuju," kata Reny.
Baca juga: Kurasi Produk Lokal Unggulan, BRI Siapkan UMKM Go Global pada Virtual BRIlianpreneur 2021
Meski begitu, ia tak menyerah dan terus berusaha meyakinkan mereka dengan langsung menunjukkan bagaimana menyenangkannya aktivitas membatik ciprat ini.
"Kita pelan-pelan, dikasih lihat dulu biar mereka ada gambaran, akhirnya mulai banyak yang mau," papar Reny.
Dalam satu minggu, Novi, Widi dan teman-teman lainnya berkumpul setiap Selasa, Rabu dan Kamis untuk menguas kain.
"Satu hari bisa 20 kain batik ciprat, tapi tergantung mood mereka juga, kalau lagi nggak baik ya kita tidak bisa memaksakan dan hanya menyesuaikan saja," ungkap Reny.
Reny berujar, ada banyak jenis cipratan yang bisa dibuat oleh para difabel ini.
Baca juga: Desanya Terpilih Masuk 30 besar Desa Brilian BRI Tahun 2020, Kades Desa Gempol Kolot Berharap Ini
Ada yang butuh 2 kali step, namun ada pula batik ciprat yang bisa dihasilkan dengan 1 kali step saja.
Warna dan cipratannya pun bervariatif dan bisa dikatakan limited edition.
"Iya cipratannya kan pasti beda-beda, misal mau dibuat sama juga diusahan persis, tapi tetep hasilnya tidak 100 persen persis," katanya.
Tak sampai 10 menit, kain putih bisa disulap menjadi coretan dengan warna-warna indah oleh tangan-tangan mereka.
Lembar demi lembar kain juga terbentang di bawah teriknya sinar matahari hari itu.
Sementara itu, pandangan penuh bangga tak lepas dari sorot mata sang Kades Kemudo Hermawan Kristanto.
Menjadi satu dari sosok yang bisa menggerakkan para penyandang disabilitas ini, Hermawan mengenang saat dirinya sangat sulit meyakinkan orangtua atau keluarga mereka, yang masih menutup mata soal batik ciprat yang dikenalkan.
"Banyak yang enggak mau, enggak usah katanya biar di rumah begini aja," ucap Hermawan menirukan ucapan orangtua penyandang disabilitas ini.