Laporan Wartawan Tribun Jabar, Lutfi Ahmad Mauludin
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Safitri Agustini (36), seorang warga Rancaekek Kabupaten Bandung menjadi salah satu dari korban penipuan pre order minyak goreng.
Dalam kasus ini Safitri mengaku mengalami kerugian hingga Rp 95 juta.
Awal pemesanan menurutnya berjalan lancar, namun di pemesanan berikutnya proses tersendat, minyak goreng tak diterima, uang yang disetor pun tak juga dikembalikan.
Safitri mengaku saat ini dia belum melapor ke polisi.
Dia baru konsultasi dan diarahkan untuk melapor ke Polrestabes Bandung atau Polda karena jumlah kerugian dari seluruh korban, sekitar Rp 1,5 miliar.
"Ya, rencananya akan melapor ke Polresta, nanti," ujar Safitri, saat ditemui di kediamannya, yang berada di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Junat (25/2/2022).
Safitri mengaku, pihaknya telah memesan minyak goreng kepada IR, sejak 13 Desember 2021.
"Sudah tujuh kali PO, pas minyak goreng lagi mahal-mahalnya dan langka. Dijual ke saya Rp 30 ribu dan 31 ribu kemasan dua liter," kata Safitri.
Safitri mengaku, awalnya barang lancar dan diterimanya.
"Saya masuk PO lagi itu tanggal 10, 11, 12 Januari 2022, terus dia bilang satu minggu gak ada, dia bilang lagi dari gudangnya gak ada," ujar dia.
Terakhir menurut Safitri, pelaku mengatakan mau retur dananya.
"Sampai sekarang barangnya gak ada, orangnya udah ganti nomer," katanya.
Terkait pre order minyak goreng fiktif tersebut, Safitri mengaku mengalami kerugian hingga Rp 95 juta.
"Itu bukan uang saya, tapi uang korban karena orang lain mesen ke saya, secara kolektif," tuturnya.
Dengan jumlah uang Rp 95 juta, kata Safitri, kurang lebih minyak goreng yang akan diterimanya sebanyak 500 karton.
Baca juga: Ombudsman RI Beberkan Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng
"Kemasan yang 2 liter, 1 karton itu isinya 6 piece, saya jual 32 ribu. Itu di bawah harga grosir, kalau grosir satu karton itu harganya 220 ribu saya cuma jual 200 ribu," ujar Safitri.
Menurut Safitri, pelaku mengaku bahwa dia juga tertipu dari pihak ke satu dan mengaku juga sudah membuat laporan polisi.
"Kaya bukti pembelian dia gitu, gak ada," katanya.
Safitri mengaku, ingin uang kembali meskipi kemungkinannya sangat kecil.
"Karena itu kan uang korban, tapi kalau enggak, ya ditangani sama polisi," ucapnya.
Terlapor Mangkir
Sementara itu terlapor kasus pre order minyak goreng, IR tak memenuhi panggilan pertama dari jajaran Polsek Cileunyi, Jumat (25/02/2022).
Menurut Kapolsek Cileunyi Kompol Wahyo, pemanggilan terlapor pukul 10.00 WIB, namun tak hadir dan pihaknya menunggu hingga sore hari.
"Tidak hadir (terlapor), rencana panggilan kedua, tanggal 2 Maret 2022," ujar Wahyo, saat dihubungi, Jumat (25/02/2022) malam.
Baca juga: Sudah Antre Berjam-jam, Warga Kendal Jateng Ini Tidak Kebagian Minyak Goreng
Saat ditanya, bagaimana jika panggilan kedua terlapor tak kembali hadir, apakah akan langsung dijemput, Wahyo membenarkannya.
"Betul, langsung dijemput," kata Wahyo.
Menurut Wahyo, terkait laporan pre order minyak goreng fiktif, atau penipuan, sudah ada dua laporan ke Polsek Cileunyi.
"Total kerugian mencapai Rp 243 juta, kerugian atas nama Elis Suryani itu mencapai Rp 193 juta dan Lilis Rp 50 juta," ucapnya.
Serahkan kepada Lembaga Bantuan Hukum
Pengamat hukum dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Agustinus Pohan, menyarankan para korban pre-order fiktif minyak goreng sebaiknya berhimpun menjadi satu dan meminta bantuan lembaga hukum.
Ini penting agar upaya para korban berhasil.
"Jangan sampai para korban ini menunjuk kuasa hukumnya sendiri-sendiri. Sebab, bakal terjadi kubu-kubuan dan akan terjadi saling mementingkan pribadi masing-masing."
"Jangan juga ada dua kelompok, nanti terpecah dan jadi berantem sendiri. Jadi, serahkan kepada lembaga bantuan hukum. Jadi nanti membelanya kepentingan semua korban," ujarnya kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, Rabu (23/2/2022).
Agustinus juga memahami kekhawatiran para korban untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
Para korban, kata Agustinus mungkin khawatir uang atau aset mereka akan hilang jika melaporkan kasus ini ke polisi.
"Karena memang banyak sekali praktik penegakan hukum, (kasus) penipuan terutama, yang akibatnya pelapor kemudian tidak pernah bisa di-recovery kerugiannya. Asetnya seakan-akan tidak ada, apalagi kalau dalam jumlah besar," ujarnya.
Kondisi seperti ini, menurut Agustinus, tentu harus menjadi perhatian para pimpinan penegak hukum, baik kejaksaan maupun polisi.
"Agar penyitaannya transparan dan pengelolaannya benar, karena kita masalah penyitaan ini seringkali pengelolaannya yang tidak benar, karena fasilitasnya kurang," katanya.
Baca juga: Kecopetan, Emak-emak Warga Banyumas Gagal Beli Minyak Goreng Murah di Pasar Ajibarang
Ia mencontohkan, kendaraan roda empat yang menjadi aset korban disita dan setelah putusan kondisi asetnya jadi berantakan.
"Sehingga tidak punya nilai akibatnya yang dirugikan pelapor. Yang begini sekarang harusnya sudah menjadi perhatian, tentang recovery aset," ucapnya.
Saat pelacakan aset nanti, kata Agustinus, semua korban harus mendapatkan informasinya.
"Jangan kemudian pelacakan dan sitanya dilakukan, korbannya tidak tahu, dan kemudian hilang menguap. Harus transparan, semua korban harus bisa mengikuti bahwa itu lho barangnya. Mungkin tidak 100 persen, seperti kasus minyak sekarang. Ada berapa miliar, misalnya. Kan uang itu tidak mungkin habis dalam waktu satu atau dua minggu, belum lama, kan," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, banyak ibu-ibu di Kota Bandung dan daerah lain di Jawa Barat jadi korban pre-order minyak goreng yang dilakukan R. Kerugian mencapai miliaran rupiah.
Bahkan satu pemesan ada yang memesan sebesar Rp 18 juta untuk beberapa minyak goreng. Namun minyak goreng pesanan tak kunjung datang.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Korban PO Minyak Goreng Kembali Akan Lapor Polisi, Sudah PO Sejak Desember