Adapun yang meringankan kelima terdakwa yaitu berlaku sopan selama persidangan berlangsung.
Mereka juga berterus terang dalam persidangan.
Sementara yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Sebelumnya, JPU menyebutkan kelima terdakwa bekerja sama mencairkan anggaran belanja langsung pada Setda Seram Bagian Barat tanpa disertai bukti pertanggungjawaban yang sah dan verifikasi penggunaan uang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Anggaran itu diberikan kepada terdakwa Ujir Halid tanpa pertanggungjawaban yang sah.
JPU merinci, pada 2016, Terdakwa Refael Tamu mencairkan dana belanja langsung sebesar Rp 9.029.817.719 namun Rp 2.034.250.366 tidak diotorisasikan oleh terdakwa Mansyur.
Di tahun yang sama, terdakwa Adam juga mencairkan dana Rp 1.394.534.380 dan Rp 873.510.780 diotorisasikan, tetapi tidak memiliki laporan pertanggungjawaban lengkap.
Sama halnya dengan surat pencairan dana (SPD) oleh terdakwa Abraham Niak yang juga tidak dilengkapi bukti pertanggungjawaban lengkap.
Terdakwa Mansyur Tuharea selaku kuasa pengguna anggaran tidak pernah memeriksa kas yang dikelola bendahara penerimaan dan pengeluaran satu kali dalam tiga bulan.
Dari hasil audit yang dilakukan Inspektorat Maluku, negara mengalami kerugian mencapai Rp 8.515.147.631 akibat perbuatan kelima terdakwa.
Artikel ini telah tayang di TribunAmbon.com dengan judul Korupsi, Mantan Sekda Seram Bagian Barat Dituntut 2,6 Tahun Penjara dan Ganti Rugi Rp 100 Juta