TRIBUNNEWS.COM, TASIKMALAYA- Bocah berumur 11 tahun di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, depresi hingga akhirnya meninggal dunia.
Bocah tersebut menjadi korban perundungan (bully) oleh teman-temannya di desa. Terkadang korban dipukuli para pelaku.
Baca juga: Bocah SD di Tasikmalaya Meninggal Usai Dipaksa Setubuhi Kucing: Pelajar SMP Terlibat
Puncaknya adalah korban dipaksa teman-temannya bersetubuh dengan kucing sembari direkam.
Tak kuat menanggung malu, korban akhirnya depresi dan meninggal dunia, Minggu (17/7/2022).
Orangtua tahu dari rekaman video
T, orangtua korban awalnya tidak tahu peristiwa yang menimpa anaknya. T baru mengetahui rekaman video yang beredar dari tetangganya sepekan sebelum korban meninggal.
Sejak itu korban tak mau makan dan minum di rumah serta jadi sering melamun dan menyendiri hampir sepekan lamanya.
Korban mengalami depresi sampai akhirnya mengeluhkan sakit tenggorokan dan dibawa ke rumah sakit untuk perawatan.
Namun, nyawa korban tak tertolong saat perawatan hingga meninggal dunia.
Baca juga: Kasus Bully Sundut Rokok, Polres Tangsel Periksa 4 Terduga Pelaku
"Saya awalnya tahu rekaman itu dari tetangga dan tidak langsung di anak saya. Sejak saat itu anak saya jadi depresi," jelas T saat dihubungi Kompas.com lewat Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, Kamis (21/7/2022).
Identitas dipelaku dari suara
Korban merupakan anak kedua dari empat saudara dan berstatus pelajar SD di wilayah Kabupaten Tasikmalaya.
Selama masa hidupnya korban enggan memberikan identitas para pelaku pemaksaan dan perundungan.
Padahal, beberapa kali orangtua menanyakan awal mula kejadian. Namun korban bungkam dan enggan membuka suara.
Baca juga: Identitas Pelaku Bully Sundut Rokok di Serpong Terungkap: 8 Orang, di Antaranya Tetangga Korban
Setelah ditanyakan ke teman-teman dan tetangganya, diketahui para pelaku adalah teman-teman mainnya di desa yang sama namun berbeda kampung.
Bahkan, ada salah satu pelaku yang usianya di atas korban. Suara pelaku di rekaman video 50 detik itu dikenali keluarga korban.
"Iya, bahkan keluarga para pelaku sempat datang dan meminta maaf ke saya. Saya minta jangan lagi ke anak lainnya," ujar dia.
Korban sempat mengaku ke ibu kandungnya dipaksa menyetubuhi kucing dengan disaksikan teman-temannya sambil diolok-olok dan direkam ponsel para pelaku.
Saat sedang depresi dan tak mau makan dan minum, korban sempat mengeluh sakit tenggorokan sampai akhirnya meninggal dunia.
Baca juga: Polres Tangsel Buru Pelaku Bully Remaja Serpong, Korban Disundut Rokok, Dipukul dan Disuruh Senyum
"Sepekan sebelum meninggal dunia rekaman itu menyebar dan dibully teman-temannya semakin menjadi-jadi. Anak saya jadi malu, tak mau makan minum, melamun terus sampai dibawa ke rumah sakit dan meninggal saat perawatan," jelas ibu kandungnya.
"Sebelum kejadian rekaman itu, korban juga mengaku suka dipukul-pukul oleh mereka. Sampai puncaknya dipaksa begitu (sama kucing)," pungkas dia.
Kepala KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, mengaku pihaknya kali pertama mengetahui ada rekaman tak senonoh anak dengan kucing dari pesan yang beredar di Whatsapp.
Setelah ditelusuri, rupanya korban alias pelaku dalam video itu sudah meninggal dan selama ini menjadi korban terduga perundungan teman-temannya.
"Kami awalnya ada laporan video rekaman anak yang dibully oleh teman-temannya dan dipaksa begitu dengan kucing. Setelah didatangi rumah korban, ternyata korban sudah meninggal," kata Ato, Kamis pagi.
Dilaporkan ke polisi
KPAID Kabupaten Tasikmalaya akan melaporkan kejadian perundungan anak ini ke Unit Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tasikmalaya.
Pihaknya pun mendampingi keluarga korban untuk pemulihan psikis dan juga berlaku pendampingan kepada para pelaku karena usianya masih anak-anak.
"Kami sedang melakukan pendampingan pemulihan psikis kepada keluarga korban. Kami juga sedang berkoordinasi dengan keluarga pelaku untuk pendampingan dalam kasus ini," ujar Ato.
Bahaya bully
Psikolog Rikha Surtika Dewi menyebut bullying atau perundungan berbahaya.
Mirisnya, penyebab awal kasus ini kerap dianggap sepele masyarakat di perkotaan dan perkampungan. Dalam bahasa Sunda, disebut dipoyokan atau diejek atau dibully.
Dosen Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMT) Biro Psikologi Solusi dan Harapan Bunda Therapy Center ini mengungkapkan, kasus bullying saat ini semakin parah.
Bully tersebut tidak hanya fisik tapi perkataan, psikologis, hingga perilaku.
"Fenomena sekarang ada pergeseran budaya akibat masifnya media sosial. Sebenarnya bully di kita sejak dulu sudah ada dengan istilah 'dipoyokan' dan selalu dianggap sepele," jelas Rikha kepada Kompas.com lewat telepon, Kamis (21/7/2022).
Dijadikan Konten
Rikha menambahkan, bullying atau dipoyokan bergeser kebiasaanya menjadi bahan keseharian pergaulan masyarakat terutama anak dengan anak, dewasa dengan anak, dan malah banyak dicontohkan di konten viral media sosial.
Bahkan, budaya bully atau dipoyokan tersebut sengaja dibuat video dan disebarkan di media sosial supaya viral dan mendapatkan uang atau dikomersialisasikan.
"Sekarang dengan acara ngejek, menjatuhkan orang lain, dan menganggap orang lain bodoh itu seolah dengan makna pergaulan anak yang biasa. Karena apa? Sebetulnya anak-anak dicontohkan orang dewasa di dekatnya. Juga, dengan anak sudah bebas di media sosial dan mencontoh orang dewasa yang selalu moyokan atau mengejek ke orang lain dan itu dicontoh anak-anak," tambah Rikha.
Baca juga: Zidan Akui Pantas di-Bully, Ungkap Dampak setelah Banjir Hujatan: Tidur Tak Nyenyak sampai Muntah
Padahal, lanjut Rikha, hal yang dianggap sepele tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis atau kejiwaan para korbannya atau orang yang dibully.
Bahkan, kondisi korban anak paling parah akan mengalami depresi, penurunan kepercayaan diri, sampai akhirnya bisa meninggal seperti kasus di Kabupaten Tasikmalaya.
"Budaya kita sudah mulai bergeser dan jadi banyak bully, semakin banyak contoh dan hit serta malah dikonsumsi entertain buat konten bully dan sebagainya," tutur dia.
"Kadang kita sudah mendengar di kalangan anak-anak dan dewasa kalau gak bully gak best friend. Makanya dianggap sepele dan kadang di rumah sendiri itu terjadi seperti itu oleh orang dewasa, orangtua, atau bahkan orang yang ditemui di dekatnya," tambah Rikha. (Kompas.com)
Penulis : Kontributor Tasikmalaya, Irwan Nugraha
Artikel ini telah tayang di Kompas.com