Ia kehilangan kedua anaknya, dan sempat meminta otopsi atas jasad kedua anaknya itu.
Akan tetapi, sejak Devi menandatangani surat ketersediaan untuk dilakukan autopsi tersebut, rumahnya sering didatangi oleh polisi.
"Di sini keluarga korban punya pemahaman, bahwa polisi sedang mengancam dan mengintimidasi, walaupun tidak ada kata-kata verbal yang mengarah ke sana. Tapi kehadiran mereka adalah ancaman kepada keluarga korban," ucapnya saat ditemui TribunJatim.com, Rabu (19/10/2022).
Dalam kasus ini, pria yang juga Sekjen KontraS itu menyampaikan, Devi telah diarahkan menulis surat pernyataan yang berisi pembatalan atas rencana autopsi.
Dia mengatakan, aparat kepolisian dari Polres Malang yang mengarahkan secara detail, bagaimana cara membuat surat pernyataan yang berisi pembatalan rencana autopsi.
Padahal, Devi sebelumnya telah membuat surat pernyataan bersedia kedua anaknya untuk diautopsi.
Baca juga: FIFA dan Ketua PSSI Dikecam, Korban Tragedi Kanjuruhan 133 Orang, Eh Malah Senang-senang Main Bola
"Jadi saya kira kalau dari pihak kepolisian menyatakan tidak ada intimidasi, itu tidak sesuai dengan fakta dan kenyataan di lapangan. Saya melihat polisi menghalangi upaya penegakan hukum. Menghalangi upaya bersama untuk mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi di Kanjuruhan," terangnya.
Sebelumnya, TribunJatim.com sempat menghubungi Devi melalui sambungan telepon pada Selasa (18/10/2022) kemarin.
Pada saat itu, Devi membenarkan, ada upaya intimidasi yang menyebabkan kedua anaknya yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan urung di autopsi.
Devi membenarkan, rumahnya telah didatangi oleh polisi, yang membuat dirinya tidak tenang.
"Intimidasi itu benar. Rumah saya didatangi polisi. Saat ini saya masih di Blitar," ucap Devi.
Penulis: Kukuh Kurniawan
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Cabut Keinginan Autopsi, Ayah Korban Tragedi Kanjuruhan Merasa Tak Dapat Dukungan: 'Kok Cuma Saya'
dan
Keluarga Mendadak Cabut Niat Autopsi, KontraS Sebut soal Intimidasi: Mereka Minta ke Ayah Korban