TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Direktur PDAM Makassar periode 2015-2019 Haris Yasin Limpo ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi.
Penetapan tersangka diumumkan di kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Makassar Selasa (11/4/2023) siang.
Haris Yasin Limpo langsung ditahan oleh Kejaksaan tinggi Sulawesi Selatan.
Baca juga: Terjerat Kasus Dugaan Korupsi PDAM Makassar, Haris Yasin Limpo Ditetapkan Sebagai Tersangka
Selain Haris Yasin Limpo, Irawan Abadi (IA) yang juga mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar juga menyandang status tersangka.
Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi telah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan langsung ditahan di Lapas Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan.
Tersangka HYL dan IA ditahan selama 20 hari ke depan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejati Sulsel, yang berlaku sejak hari ini," kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi saat rilis kasus di teras kantor Kejati, Selasa.
Baca juga: Adik Mentan Jadi Tersangka Korupsi PDAM Kota Makassar, Ini Profil Haris Yasin Limpo dan Kekayaannya
Penetapan tersangka dilakukan setelah jaksa penyidik memperoleh dua alat bukti yang sah serta hasil penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hal tersebut diklaim sudah sesuai dengan Pasal 184 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, keduanya hanya berstatus saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait penggunaan dana PDAM untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi pada periode 2017 hingga 2019.
Namun, penyidik juga menemukan adanya penyimpangan premi asuransi dwiguna jabatan wali kota dan wakil wali kota sejak tahun 2016 hingga 2019.
Penyimpangan itu dilakukan oleh HYL selaku mantan Direktur Utama periode 2015-2019 serta IA sebagai mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar periode 2017-2019.
Menurut Yudi, PDAM Kota Makassar telah memperoleh laba sejak tahun 2016 hingga 2019.
Namun, tidak dilakukan pembahasan atau rapat direksi untuk menetapkan penggunaan laba dan pembagian laba serta tidak dilakukan pencatatan dalam notulensi rapat.
Pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh direksi berdasarkan rapat per bidang. Mengenai keuangan, pembahasan hanya dilakukan oleh Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar.
Yudi menjelaskan bahwa seharusnya direksi memperhatikan adanya kerugian sejak PDAM berdiri sebelum mengusulkan penggunaan laba tersebut.
Tersangka tidak mematuhi aturan yang ada, seperti Permendagri Nomor 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda Nomor 6 Tahun 1974, dan PP Nomor 54 Tahun 2017.
Tersangka menganggap, kegiatan tahun berjalan telah memperoleh keuntungan.
Sehingga akumulasi kerugian masa lalu bukan menjadi tanggung jawabnya, melainkan menjadi tanggung jawab direksi sebelumnya.
Baca juga: Profil Haris Yasin Limpo, Adik Menteri Pertanian yang Jadi Tersangka Dugaan Tindak Pidana Korupsi
Sekadar diketahui, terdapat perbedaan besar dalam penggunaan laba antara Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Pemerintah (PP), terutama dalam hal pembagian tantiem.
Menurut Perda, Direksi mendapat 5 persen dari laba, sementara bonus pegawai diberikan sebesar 10 persen.
Namun, aturan dalam PP No. 54 tentang pembagian tantiem dan bonus hanya mengizinkan 5 persen untuk pembayaran penggunaan laba.
Selain itu, premi asuransi dwiguna untuk jabatan wali kota dan wakil wali kota pada asuransi sebagai pemilik modal, harus diberikan berdasarkan perjanjian kerjasama PDAM Kota Makassar melalui asuransi AJB Bumiputera.
Namun, tersangka berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa pemilik modal tidak dapat diberikan asuransi.
Alasannya, karena yang wajib diikutsertakan hanya pegawai BUMD untuk jaminan kesehatan, hari tua, dan jaminan sosial lainnya.
“Penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem, bonus jasa produksi, dan premi asuransi dwiguna telah menyebabkan kerugian keuangan daerah Kota Makassar, khususnya PDAM, senilai total Rp20,3 miliar lebih,” kata dia.
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara.
Baca juga: Haris Yasin Limpo Ditangkap Kasus Korupsi, Kakaknya Baru Bebas 8 Bulan Lalu dari Lapas
Berikut Profilnya
Haris Yasin Limpo adalah mantan Direktur Utama PDAM Makassar periode 2015-2019.
Nyayang, sapaan terpilih sebagai Direktur Umum pada 2015 lalu.
Saat itu Nyayang terpilih setelah mengikuti Penjaringan dan Seleksi Penerimaan Direksi Perusahaan Daerah PDAM Makassar.
Selain itu Haris adalah politisi Partai Golkar.
Ia dipercaya menjabat Ketua Harian Partai Golkar Makassar di era Farouk M Betta.
Haris Yasin Limpo juga pernah duduk sebagai anggota DPRD Makassar periode 2009-2014.
Saat ini Haris Yasin Limpo juga dipercaya menjabat Ketua Pimpinan Daerah Kolektif (PDK) KOSGORO 1957.
Pada pemilu 2019 lalu, nama Haris Yasin Limpo masuk daftar bakal calon anggota DPR RI Partai Golkar untuk Dapil Sulsel I.
Dapil Sulsel I menghimpun 6 kabupaten/kota.
Mulai dari Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Selayar.
Haris akan bersaing dengan petahana Hamka Baco Kady, Liestiaty Fachruddin istri Nurdin Abdullah, Bupati Selayar Muh Basli Ali, Bupati Jeneponto Iksan Iskandar.
Haris merupakan adik dari Gubernur Sulsel 2 periode yang kini menjabat Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Pada tahun 2016 lalu Haris Yasin Limpo juga pernah menjabat sebagai Komisaris PT Kawasan Industri Makassar (KIMA).
Dilansir dari elhkpn.kpk.go.id, Haris Yasin Limpo terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada tahun 2016 saat masih memiliki jabatan publik.
Dalam hal ini sebagai komisaris BUMN/BUMD di PT KIMA.
Adapun kekayaan Haris Yasin Limpo yang dilaporkan pada tahun 2016 yakni mencapai Rp 4.684.281.983 (Empat miliar enam ratus delapan empat juta dua ratus delapan puluh satu ribu sembilan ratus delapan puluh tiga).
Kasus yang Menjerat
Adapun kasus yang menjerat Haris Yasin Limpo yakni dugaan korupsi pembayaran tantiem dan pembagian hasil laba perusahaan.
Dua hal ini dianggap oleh penyidik Kejati Sulsel tidak sesuai prosedur sehingga Haris Yasin Limpo ditetapkan sebagai tersangka.
Penyelewengan atau pelanggaran hukum yang dilakukan Haris Yasin Limpo ini terjadi saat masih menjabat Dirut PDAM Makassar pada rentan waktu 2016-2017.
Sementara itu untuk perhitungan sementara, dugaan korupsi pembayaran tantiem dan pembagian hasil laba perusahaan merugikan negara lebih dari Rp 20 miliar.
Saat ini Haris Yasin Limpo langsung ditahan di Lapas Makassar selama 20 hari ke depan sembari melihat perkembangan kasus.
Kasi Pidsus Kejati Sulsel, Yudi Triadi, mengungkapkan, pihaknya menemukan indikasi penyimpangan pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna Jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar.
Atas dasar itu, diduga mengakibatkan kerugian keuangan daerah kota Makassar khususnya PDAM kota Makassar.
Nilai total dugaan kerugian negara disebutkan sebesar Rp20.318.611.975,60.
Hal itu merujuk audit kerugian negara BPKP Sulsel.
"HYL dan IA ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah," kata Kasi Pidsus Kejati Sulsel, Yudi Triadi saat menggelar ekspose di Kejati Sulsel, Selasa (11/4/2023) sore.
"Serta telah keluarnya penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP," sambungnya.
Keduanya ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor :91/P.4/Fd. 1/04/2023.
Surat itu terbit tanggal 11 April 2023 atas nama HYL.
Kedua surat bernomor :92/P. 4/Fd. 1/04/2023 tanggal 11 April 2023 atas nama tersangka IA.
Sebelumnya diberitakan, mantan Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, Haris Yasin Limpo ditetapkan tersangka korupsi oleh Kejati Sulsel.
Ia ditetapkan tersangka bersama mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar inisial IA.
Penetapan tersangka itu diketahui setelah keduanya digiring ke dalam mobil tahanan Kejari Makassar, Selasa (11/4/2023) sore.
Pantauan tribun di Kejati Sulsel, keduanya lebih dahulu diperiksa di lantai lima.
Setelah itu, keduanya keluar dari lift mengenakan rompi ping bertuliskan Tahanan Tipikor Kejati Sulsel.
Lalu, mobil tahanan milik Kejari Makassar itu pun membawa keduanya ke Lapas Kelas I Makassar.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Kronologi dan Peran Haris YL- Irawan Abadi Dalam Kasus Korupsi PDAM Makassar, 3 Tahun Capai Laba